EKBIS.CO, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan kebijakan restrukturisasi kredit atau pembiayaan untuk mendukung debitur yang terkena dampak wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada sapi."Sebagai salah satu langkah proaktif yang ditujukan khusus bagi kredit tertentu, OJK telah menerbitkan pedoman dari sisi perkreditan atau pembiayaan perbankan untuk membantu keadaan tertentu darurat PMK pada sapi," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (5/9/2022).
Ia membeberkan kebijakan tersebut diberikan dengan syarat antara lain kualitas kredit atau pembiayaan restrukturisasi dapat ditetapkan lancar, serta jangka waktu restrukturisasi kredit atau pembiayaan dapat melebihi masa berlakunya kebijakan ini sepanjang sesuai perjanjian restrukturisasi. Kemudian, penilaian kualitas kredit atau pembiayaan lain untuk plafon hingga Rp 10 miliar dapat hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok atau bunga dan bank dapat memberikan kredit atau pembiayaan lain baru kepada debitur terdampak.
Mahendra menegaskan ketentuan ini berlaku sesuai masa penetapan pemberlakuan status keadaan tertentu darurat PMK oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan dapat dievaluasi kembali. Saat ini, sedang disusun Rancangan Peraturan OJK (POJK) pada daerah dan/atau sektor tertentu yang diperluas cakupannya kepada bencana non-alam.
"Hal ini merupakan respons cepat OJK dalam mengakomodir aspirasi masyarakat dan mendukung pemulihan ekonomi," ungkapnya.
Di tengah kinerja positif perekonomian dan industri jasa keuangan, dirinya mengatakan OJK tetap mewaspadai simpul-simpul risiko yang dapat mempengaruhi kinerja industri jasa keuangan, terutama disebabkan pelemahan ekonomi dan ketidakpastian pasar keuangan global yang akan masih tinggi ke depannya.
OJK kini mencermati sedikit kenaikan rasio kredit macet (Non Performing Loan/NPL) untuk kredit restrukturisasi Covid-19 dari 6,44 persen pada Juni 2022 menjadi 7,10 persen pada Juli 2022.Sehubungan dengan hal tersebut, OJK mengevaluasi berbagai alternatif kebijakan yang diperlukan, khususnya pada sektor-sektor ekonomi yang dinilai sampai saat ini masih perlu dibantu untuk melanjutkan pemulihan, termasuk dalam hal ini adalah dukungan kepada UMKM maupun daerah tertentu.