EKBIS.CO, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimis pertumbuhan ekonomi berada level di atas lima persen pada akhir 2022. Hal ini merespon kebijakan pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan kenaikan harga BBM memberi sinyal kuat langkah-langkah pemerintah untuk menghadapi berbagai risiko ke depan. “Ini memberikan sinyal yang sangat jelas dan menjaga kepercayaan bahwa pemerintah mengambil kebijakan yang berat, tapi harus dilaksanakan,” ujarnya saat konferensi pers, Senin (5/9/2022).
Menurutnya kenaikan harga BBM memang menjadi hal yang tidak bisa dihindari oleh pemerintah. Sebab anggaran subsidi energi jebol akibat lonjakan harga minyak dunia yang terjadi sebagai imbas dari konflik Rusia dan Ukraina.
"Tapi dari skenario dan prakiraan yang dihitung, seluruhnya tetap menggambarkan pertumbuhan 2022 ekonomi Indonesia kuat di atas lima persen," ucapnya.
Mahendra juga menyebut kebijakan penyesuaian harga BBM merupakan bentuk jawaban dari pemerintah dalam menghadapi kondisi defisit fiskal yang semakin membengkak. "Pada saat kondisi ketidakpastian global berlanjut, maka apabila tidak direspon sesuai ketentuan akan membuat risiko yang dapat memengaruhi kepercayaan terhadap kondisi ekonomi maupun pengelolaan fiskal yang berkelanjutan," ucapnya.
Mahendra memastikan implikasi kenaikan harga BBM terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi akan dicermati otoritas.
Terkait perbankan dan keseluruhan pembiayaan, Mahendra berharap kenaikan harga BBM meningkatkan kepercayaan perekonomian ke depan. Menurutnya, para debitur sektor riil akan mengambil respons tepat dengan memerlukan pembiayaan kredit, yakni meningkatkan investasi atau produksi.
"Ketidakpastian elemen kenaikan harga yang diperkirakan akan terjadi karena penyesuaian harga BBM justru memberi sinyal bahwa peningkatan pasokan direspons dengan meningkatnya investasi. Pada gilirannya pasokan dari berbagai barang dan jasa dibutuhkan," ucapnya.
Mahendra merasa para debitur sektor riil memanfaatkan jumlah likuiditas, terutama kredit modal kerja dengan kategori debitur korporasi. "Apabila (kenaikan harga BBM) memberikan kepercayaan lebih lagi dan tingkat pertumbuhan terjaga, kami harap kredit dalam beberapa ke depan bisa lebih baik," ucapnya.
Adanya keyakinan yang ada, dirinya berharap perbankan semakin bisa memanfaatkan likuiditas untuk menyalurkan kredit, baik melalui kredit modal kerja (KMK) maupun kredit investasi. “Saat ini, KMK meningkat cukup tinggi dan jika pertumbuhan ekonomi terus terjaga, kredit investasi pun bisa turut mengikuti dalam beberapa waktu ke depan,” ucapnya.