Kamis 15 Sep 2022 23:48 WIB

Sejak 2017, OJK Sudah Tutup 51 Perusahaan Leasing Bermasalah

OJK menyebut pendanaan perusahaan Leasing masih didominasi perbankan

Rep: Novita Intan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menutup sebanyak 51 perusahaan multifinance sejak 2017 sampai 2022. Hal ini menunjukkan seleksi pasar sudah terjadi industri multifinance dan akan menyisakan perusahaan-perusahaan yang lebih tangguh dan kuat.
Foto: Antara/Septianda Perdana
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menutup sebanyak 51 perusahaan multifinance sejak 2017 sampai 2022. Hal ini menunjukkan seleksi pasar sudah terjadi industri multifinance dan akan menyisakan perusahaan-perusahaan yang lebih tangguh dan kuat.

EKBIS.CO,  JAKARTA-- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menutup sebanyak 51 perusahaan multifinance sejak 2017 sampai 2022. Hal ini menunjukkan seleksi pasar sudah terjadi industri multifinance dan akan menyisakan perusahaan-perusahaan yang lebih tangguh dan kuat.

Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK Bambang W. Budiawan mengatakan komposisi pendanaan dari perbankan akan menurun dan dapat memanfaatkan pendanaan dari investor luar negeri. Maka demikian, nantinya dalam RUU P2SK ada pengecualian bagi perusahaan pembiayaan untuk mendapatkan pendanaan dari investor asing.

“Karena memang tidak semua investor-investor dalam negeri itu bisa menyerap atau mau menyerap. Justru dari luar ini banyak sebenarnya bagus, kalau ada investor dari luar itu bank-bank besar gitu ya kasih pinjaman ataupun ada private-private equity di luar membeli daripada obligasi yang diterbitkan perusahaan pembiayaan, bagus,” ujarnya saat webinar Tantangan dan Masa Depan Perusahaan Pembiayaan di Tengah Ancaman Resesi Global, Kamis (15/9/2022).

Menurutnya saat ini komposisi pendanaan perusahaan pembiayaan masih didominasi dari perbankan yang berada angka 78 persen dan tahun depan diharapkan dapat turun ke posisi 72 persen.

“Jadi memang perusahaan pembiayaan harus cekatan untuk bagaimana menerbitkan produk funding itu menjadi penting dan dapat disampaikan melalui rencana bisnis, dan kita evaluasi salah satu itemnya itu selain rencana penyaluran adalah rencana pendanaan,” ucapnya.

Dari pelaku usaha, CEO Maybank Finance Alexander Tan menambahkan pihaknya berharap agar RUU P2SK dapat memberikan perlindungan bagi perusahaan pembiayaan.

“RUU P2SK diharapkan dapat memberikan dampak penguatan perlindungan kepada kami sebagai pelaku di industri jasa keuangan, sehingga ada balancing dengan adanya perlindungan terhadap konsumen juga,” ucapnya.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno menambahkan industri multifinance sebenarnya sudah lumrah mendapatkan pinjaman dari luar negeri dalam bentuk mata uang asing. Namun dalam penyaluran pinjamannya di dalam negeri tentu dalam rupiah.

Tak hanya itu, selama ini banyak investor asing yang tertarik berinvestasi ke bisnis multifinance di dalam negeri. Jika klausul dalam draft RUU P2SK tersebut lolos, dikhawatirkan malah menjadi langkah mundur bagi industri multifinance. Pelaku industri malah makin sulit mendapatkan pendanaan, apalagi di tengah ketatnya pinjaman dari perbankan dalam negeri.

"Sebenarnya yang diharapkan adalah bagaimana investor asing ini masuk, tapi bukan masuk dalam kompetisi itu malah menambah beban bagi masyarakat. Kalau bisa mendapatkan dana murah dari luar, artinya ini malah bisa membuat kami-kami harus bekerja secara efisien," ucapnya.

"Yang di dalam negeri, kalau dapat pinjaman dari dalam negeri untuk bagaimana kita bisa bersaing dalam pembiayaan. Pembiayaan tetap dalam rupiah memang. Itu yang diwajibkan oleh pemerintah," ucapnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement