EKBIS.CO, JAKARTA -- Peran bank syariah perlu terus ditingkatkan dalam mendorong perekonomian nasional. Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk., Hery Gunardi menyampaikan hal ini dimulai dari memperbesar kapasitas bank syariah itu sendiri.
"Kami sebenarnya ingin ada pairing, ada lagi bank syariah besar di bawah kami dengan aset sekitar Rp 200 triliun atau Rp 100 triliun, karena sekarang ini kami susah mau sindikasi, harus dengan bank konvensional lagi," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI dengan BSI, Rabu (28/9/2022).
Pangsa BSI di industri perbankan syariah mencapai 60 persen dari total industri dengan aset sekitar Rp 271,3 triliun per Maret 2022. Posisi kedua ditempati Bank Muamalat yang sebesar Rp 60,1 triliun, diikuti UUS CIMB Niaga sebesar Rp 55,3 triliun, Maybank Syariah Rp 38,3 triliun.
Terbatasnya kapasitas bank syariah ini membuat perannya pun lebih terbatas di pasar. Misal untuk pembiayaan wholesale, BSI tidak punya banyak pilihan sindikasi dengan bank syariah.
"Saat kita mau sindikasi, bank syariah lain sulit ikutan, mau tidak mau bank konvensional lagi partner-nya," katanya.
Ia mengakui masih banyak tantangan yang dihadapi bank syariah dan sangat membutuhkan dukungan berbagai pihak. Maka dari itu, BSI terus mendorong kolaborasi dengan salah satu tujuannya adalah literasi keuangan syariah.
Hery mengatakan masyarakat Indonesia secara natural sangat menginginkan produk keuangan yang syariah. Hal ini terlihat dari performa pendanaan atau Dana Pihak Ketiga (DPK), CASA, dan tabungan wadiah yang terus meningkat.
CASA BSI per Juni 2022 tercatat sebesar 59,43 persen. Jumlah tabungan BSI juga menempati posisi kelima nasional. Hery juga optimistis pada tren perkembangan pasar yang menunggu momentum hijrah.
"Perkembangan payroll ini luar biasa, kalau kita datang ke instansi-instansi pemerintahan, itu otomatis 20 persen pindah payroll-nya ke BSI, karena memang secara natural mereka ingin yang syariah," kata dia.
BSI juga terus meningkatkan performa kinerja pembiayaan, khususnya konsumer yang menjadi tulang punggung pertumbuhan. Segmen konsumer masih menjadi kontributor utama tumbuhnya pembiayaan bersama dengan wholesale.
Pembiayaan konsumer tercatat Rp 94,08 triliun, atau tumbuh 21,66 persen. Porsinya mencapai 49,42 persen dari total pembiayaan BSI. Diikuti oleh wholesale yakni korporasi dan komersial sebesar 29,5 persen dan UMKM serta gadai sebesar 21,08 persen.
"Sekarang saya bisa tawarkan, silahkan beli mobil atau kendaraan bermotor lainnya pake BSI itu sudah lebih murah dari BCA pricing-nya," katanya.
BSI terus berupaya menurunkan pricing pembiayaan agar lebih kompetitif. Termasuk untuk pembiayaan KPR atau kepemilikan. BSI telah menurunkan cost of fund atau biaya dana menjadi 1,57 persen pada Juni 2022 dari 2,14 persen (yoy).
Hery mengatakan BSI juga terus melakukan terobosan, seperti mendirikan kantor perwakilan di Dubai, Uni Emirate Arab. Termasuk rencana aksi korporasi terkait dengan Unit Usaha Syariah Bank Tabungan Negara (UUS BTN).
"Untuk UUS BTN ini kami hanya objek, tergantung nanti pemegang saham maunya seperti apa, jadi kita menunggu saja, kita hanya mengerjakan saja," katanya.