EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Bank Syariah Indonesia Tbk., atau BSI dinilai memiliki urgensi untuk memperkuat permodalan pada tahun ini melalui rights issue, guna memperdalam penetrasi bisnis perseroan seiring perkembangan ekonomi ke depan.
Di sisi lain, hingga akhir Juni 2022 rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) yang dimiliki emiten bersandi BRIS itu baru mencapai 17,31 persen atau di bawah rata-rata industri perbankan Tanah Air.
Pengamat ekonomi dan perbankan dari Binus University Doddy Ariefianto mengatakan rasio CAR pada level 17 persen tergolong kecil. Pasalnya bank harus mempertebal rasio permodalan seiring dengan kondisi ekonomi saat ini.
“Permodalan itu penting sebagai safety. Bank beda dengan bisnis restoran. Itu restoran segede apapun tidak ada risiko sistemik,” kata Doddy, Rabu (12/10).
Doddy mengingatkan saat ini rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) industri perbankan tengah naik. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukan NPL Juli 2022 sebesar 2,9 persen, lebih tinggi dibandingkan posisi Juni 2022 yakni 2,86 persen. Kendati demikian rasio NPL Juli masih lebih baik dibandingkan posisi akhir tahun 2021 yang mencapai 3,0 persen.
Selain itu, meningkatkan rasio CAR juga akan meningkatkan kemampuan bank dalam ekspansi kredit. Sebagaimana diketahui, BSI sebagai bank syariah terbesar di Indonesia didorong menjadi lokomotif ekonomi syariah Tanah Air.
“Bank syariah sebesar BSI memang dituntut untuk berkiprah. Sebagai motor ekonomi syariah, akan sulit bergerak kalau rasio CAR minim,” katanya.
Doddy menambahkan rasio CAR pada level 17 persen sebenarnya dapat diterima. Akan tetapi bank akan kesulitan untuk bergerak lincah.
Belum lama ini, BSI telah mendapatkan dukungan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk menambah permodalan. Komisi VI DPR meminta BSI mempercepat aksi korporasi menerbitkan saham baru atau rights issue untuk meningkatkan rasio CAR menjadi lebih dari 22 persen.
“Komisi VI DPR RI meminta PT Bank Syariah Indonesia Tbk. untuk mempercepat aksi korporasi dalam rangka peningkatan capital adequacy ratio [CAR] agar dapat meningkatkan fungsi intermediasi dan mampu bersaing dengan bank lainnya,” kata Ketua Komisi VI DPR M. Sarmuji.
Sementara itu, Direktur Utama BSI Hery Gunardi mengakui rasio kecukupan modal perseroan berada di bawah rata-rata industri. Oleh sebab itu, BSI berencana untuk melaksanakan rights issue pada kuartal IV 2022.
Hery menyampaikan perseroan akan melakukan rights issue senilai Rp 5 triliun yang digunakan untuk ekspansi bisnis. Nilai tersebut seiring dengan target pertumbuhan pembiayaan perseroan yang cukup tinggi.
Perseroan memproyeksikan pertumbuhan pembiayaan dengan compound annual growth rate (CAGR) lebih dari 15 persen sampai 2025. Mengutip laporan keuangan publikasi bank per semester I 2022, pembiayaan BSI tumbuh 18,55 persen secara tahunan (yoy) menjadi Rp191,29 triliun.
Secara rinci, pembiayaan mikro tumbuh 31,13 persen yoy, konsumer naik 21,66 persen yoy, wholesale 20,34 persen yoy, pembiayaan kartu 22,87 persen yoy dan gadai emas bertumbuh 20,07 persen yoy. Dalam keterbukaan informasi, BSI akan menambah modal dengan menerbitkan sebanyak-banyaknya 6 miliar saham.
Nominal saham baru yang diterbitkan mencapai Rp500 per saham, sementara harga pelaksanaan belum ditentukan. BRIS juga menyebutkan memiliki visi untuk menjadi top 10 Global Sharia Bank dengan aspirasi aset Rp500 triliun pada 2025 dan return on equity (ROE) lebih dari 18 persen. Untuk mencapai aspirasi visi tersebut, perseroan melakukan ekspansi pertumbuhan baik secara organik maupun anorganik.
Sebelumnya, Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo mengatakan salah satu tujuan rights issue BRIS adalah memenuhi aturan free float atau saham publik. Sebagaimana diketahui, batas minimal saham publik yang beredar adalah 7,5 persen. Saat ini free float BRIS baru sekitar 7,08 persen.