EKBIS.CO, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo dalam berbagai kesempatan terus mendorong perluasan penanaman sorgum sebagai langkah awal upaya diversifikasi pangan lokal, termasuk untuk mengurangi ketergantungan terhadam gandum yang diimpor.
Lantas, apa sih keunggulan dari sorgum?
Ketua Dewan Pakar Masyarakat Agribisnis Indonesia (MAI), Mohammad Jafar Hafsah, menjelaskan, Sorgum merupakan tanaman asli Afrika Timur di wilayah Abessinia, Ethiopia yang kemudian menyebar ke seluruh Indonesia.
Adapun masyarakat Indonesia telah memulai menanam sorgum sejak awal abad ke-4. Tanaman sorgum masuk ke dalam kelompok serealia seperti beras dan jagung yang kini Indonesia telah mencapai swasembada.
Jafar mengatakan, adaptasi tanaman sorgum dapat lebih luas karena bisa tumbuh dan dibudidayakan di lahan subur, marjinal, bahkan kering. Sorgum juga menjadi tanaman yang cukup tahan genangan.
"Selain untuk pangan sorgum juga bisa digunakan untuk pangan dan bahan bakar," katanya dalam webinar ICMI Talk yang digelar pada Kamis (13/10/2022).
Lebih lanjut, Jafar memaparkan, kebutuhan air sorgum pun cukup rendah, hanya sepertiga dari kebutuhan air tanaman tebu dan setengah dari jagung. "Kebutuhan pupuk untuk sorgum juga relatif sedikit sehingga pemeliharaannya lebih mudah," kata dia.
Sementara itu dari sisi umur panen, sorgum cukup cepat. Panen bisa dilakukan dalam kurun waktu 100 hari setelah tanam dan sekali tanam dapat diratun dengan estimasi 10 bulan hingga 12 bulan.
Karena Sorgum telah menjadi komoditas pangan lokal yang cocok dengan iklim di Indonesia, Jafar menyebut, pengembangan sorgum di Tanah Air memiliki peluang besar untuk mensubsitusi gandum yang hanya dapat diimpor oleh Indonesia.
Ia mencatat, potensi luas lahan di Indonesia untuk mengembangan sorgum mencapai 23,9 juta hektare. Besarnya potensi lahan karena Sorgum dapat ditanah di berbagai macam lahan.
Selain kelebihan, Sorgum tentunya juga memiliki kelemahan. Jafar menjelaskan, produk sorgum dan olahannya belum populer dan belum memiliki off-taker atau pihak yang menyerap hasil panen dlam skala besar.
Di satu sisi, tingkat produktivitas sorgum masih di bawah 5 ton sehingga masih membutuhkan pengembangan benih. Selain itu, penyimpanan sorgum dalam bentuk biji segar tidak bisa bertahan lama karena masalah hama.
"Menanam sorgum juga masih dianggap sebagai budaya sehingga masih sedikit petaninya dan pengendalian organisme penganggu tanaman belum efektif," kata dia.
Sepanjang 2020 lalu, impor gandum tercatat telah tembus mencapai 10,9 juta ton. Tanpa ada intervensi dari pemerintah, ia meyakini impor gandum akan tembus di atas 11 juta ton mulai tahun depan.
Jafar menjelaskan, setidaknya ada tiga produk makanan berbahan baku gandum yang bisa disubstitusi oleh sorgum. Yakni produk biskuit dan kue kering, kemudian bronis, bolu, dan kue lapis, serta produk mie.
Hanya saja, ia tak menampik upaya pengembangan sorgum akan berhadapan dengan para importir dan negara-negara produsen gandum. "Pasti akan ada keinginan dari negara-negara itu untuk mengusahakan agar kita tidak mengembangkan produk-produk substitusi terigu," kara dia.