EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) menyatakan BUMN Pangan di Indonesia belum mampu melakukan intervensi secara kuat dalam menstabilisasi harga dan pasokan pangan. Pasalnya, stok pangan yang dikuasai sangat minim dibandingkan dengan kebutuhan nasional.
"Walau ketersediaan pangan nasional cukup, sayangnya BUMN Pangan sebagai perpanjangan tangan pemerintah hanya memiliki stok yang sangat kecil dibandingkan kebutuhan nasional," kata Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi dalam RDP Komisi IV DPR, Rabu (16/11/2022).
Sejauh ini dari sejumlah bahan pokok utama di Indonesia, baru beras yang dapat dikendalikan oleh Bulog. Namun, itu pun dalam situasi yang dinilai berbahaya lantaran cadangan beras di Bulog hanya 650 ribu ton, di bawah target 1,2 juta ton bahkan jauh dari rerata konsumsi bulanan nasional 2,5 juta ton.
Komoditas lainnya yakni gula konsumsi sudah melampaui kebutuhan dengan total stok di Bulog, ID Food, dan PTPN sebanyak 363,6 ribu ton, di atas dari rerata kebutuhan bulanan 288,2 ribu ton. Namun, kebutuhan gula masih ditopang oleh importasi.
Adapun komoditas lainnya seperti daging sapi, kerbau, jagung, kedelai, cabai, daging dan telur ayam ras, minyak goreng, serta bawang, hampir tidak dimiliki seluruhnya oleh BUMN.
Karena itu, Arief mengatakan, penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) diharapkan akan meningkatkan peran BUMN sebagai pengelola cadangan pangan di Indonesia. Adapun BUMN yang mendapatkan tugas yakni Perum Bulog, ID Food, serta PTPN.
"Perpres ini menjadi dasar tata kelola Badan Pangan yang dibangun dalam rangka stabilisasi pasokan dan hargapangan antar waktu dan wilayah," ujarnya.