EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) memproyeksi produksi beras periode Januari-April 2023 mencapai 16 juta ton. Luasan itu dihasilkan dari 5 juta hektare luas panen, berdasarkan perhitungan dengan metode SISCrop 2.0 yang menggunakan citra satelit.
Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Kementan, Husnain, mengatakan, proyeksi tersebut masih dapat berubah dalam beberapa bulan ke depan. Sebab, pengamatan melalui citra satelit juga akan berubah seiring masuknya periode tanam.
"Dalam beberapa bulan ke dpan, Januari, Februai akan terkoreksi karena ada fase-fase tanam dari generatif dan vegetatif. Di fase vegetatif 2 baru final karena itu adalah masa panen," kata Husnain dalam konferensi pers virtual, Jumat (30/12/2022).
Ia menjelaskan, metode penghitungan proyeksi itu dimulai dari mengklasifikasikan fase tanaman padi kemudian dilanjutkan dengan estimasi produktivitas padi. Kedua tahapan itu dimulai dengan proses yang sama, yakni mengunduh data citra satelit, identifikasi, analisis, dan verifikasi lapangan. Data tersebut pun dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Selain soal produksi, data yang dimiliki Kementan juga sekaligus menghitung kebutuhan pupuk yang dibutuhkan para petani. Namun Husnain menekankan, Kementan tentunya akan mengacu kepada Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai lembaga yang ditunjuk untuk merilis data secara resmi.
"Tetapi, Kementan sebagai kementerian teknis juga harus memiliki informasi realtime yang bisa digunakan untuk berbagai kepentingan dan kebijakan," kata dia.
Sebagai informasi, BPS telah mengeluarkan data proyeksi terakhir di mana pada tahun 2022, surplus beras akumulatif hingga Desember 2022 sebanyak 1,7 juta ton.
Pakar Pertanian IPB University, Hermanto Siregar, menjelaskan, persoalan perubahan iklim masih akan menjadi kendala sektor pertanian di tahun depan.
"Terlalu panas atau hujan terlalu banyak, pasti ada konsekuensinya bisa menurunkan produksi, jadi itu yg harus diantisipasi. Artinya pengamatan terhadap berbagai kemungkinan harus dari sekarang," kata dia.
Selain itu, persoalan melonjaknya harga pupuk pun masih akan menjadi masalah bagi para petani. Di satu sisi, terbatasnya kemampuan pemerintah untuk memberikan subsidi pupuk bagi petani akan menjadi kendala bagi petani dan mengerek biaya produksi.
Hermanto mengatakan, baik subsidi maupun non subsidi, ketersediaan pupuk harus dijamin tepat waktu agar tak menganggu petani. Koordinator Nasional KRKP, Said Abdullah, menambahkan, produksi beras secara nasional di tahun depan masih akan cukup baik. Senada dengan Hermanto, isu perubahan iklim harus mendapat perhatian utama pemerintah.