EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengamat Pajak Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai penerapan pajak natura akan berdampak positif terhadap penerimaan pajak. Apalagi, pajak tersebut bersifat memperluas basis pajak.
"Ada sumber penerimaan pajak baru. Dahulu natura atau fasilitas kantor tidak menjadi objek pajak dan sekarang akan menjadi objek pajak, maka otomatis basis pajak kita jadi meluas," kata Nailul, Rabu (11/1/2023).
Meski belum menghitung lebih lanjut berapa besar penerimaan pajak yang akan diraup dari rencana implementasi pajak natura, ia memperkirakan pendapatan dari penerapan pajak tersebut tidak akan terlalu besar. Hal ini lantaran porsi pengeluaran natura atau kenikmatan sebuah perusahaan terhadap total pengeluaran perusahaan biasanya cenderung cukup kecil.
Sebagaimana diketahui pemerintah berencana memungut pajak penghasilan (PPh) natura dan/atau kenikmatan yang telah diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) mulai semester II-2023. Natura merupakan imbalan berupa barang, sedangkan kenikmatan adalah imbalan berupa hak atas fasilitas atau pelayanan. Keduanya akan dikenakan pajak dalam konteks diberikan terkait pekerjaan atau jasa serta diterima oleh pegawai atau pemberi jasa.
Dengan adanya penerapan pajak natura, Nailul memperkirakan target penerimaan pajak bisa tercapai pada tahun ini yakni Rp 1.718 triliun, terlebih harga komoditas kemungkinan masih akan cukup tinggi pada tahun 2023, sehingga akan terdapat pendapatan tak terduga alias windfall penerimaan pajak dari komoditas.
Meski terdapat rencana implementasi pajak natura, ia mengingatkan terdapat pula penurunan tarif PPh Badan menjadi 22 persen pada tahun ini. "Maka dari itu sepertinya akan sama saja. Pajak natura ini hanya menambal penurunan penerimaan PPh Badan," tuturnya.