EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) bersama Kementerian Agama (Kemenag) masih menghitung dana haji yang akan digunakan untuk tahun ini. Karena itu, BPKH belum bisa memastikan, apakah jumlahnya lebih tinggi atau bahkan menurun dari tahun lalu.
"Kami masih hitung secara mendalam dan komprehensif dengan Kementerian Agama," ujar Anggota Badan Pelaksana BPKH Indra Gunawan kepada Republika, Kamis (12/1/2023).
Ia mengungkapkan, saat ini BPKH bersama Kemenag masih mengkaji beberapa hal terkait penentuan dana haji. "Kami dan Kemenag masih bongkar beberapa hal untuk efisiensi dan rasionalisasi biaya haji sesuai perundangan. Tidak mudah dan butuh kesabaran semua pihak," tutur Indra.
Sebelumnya, Menteri Urusan Haji dan Umrah Arab Saudi Tawfiq F Rabiah menyatakan, Arab Saudi secara mendadak menaikkan biaya Masyair pada 2022 hingga Rp 1,5 triliun. Lewat kenaikan itu, penggunaan nilai manfaat dana operasional musim haji 2022 mencapai hampir 60 persen dari total penyelenggaraan ibadah haji. Sementara biaya yang dibayar jamaah hanya sekitar 40 persen.
Maksudnya, dengan kenaikan biaya Masyair membuat biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) menjadi membengkak. Rata-rata biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) 1443 Hijriah/2022 Masehi untuk jamaah reguler Rp 86,5 juta. Sementara biaya yang dibayar langsung jamaah haji sebesar Rp 39,6 juta per orang.
Artinya, sekitar 60 persen biaya perjalanan haji masyarakat Indonesia disubsidi dari nilai manfaat optimalisasi keuangan haji yang dilakukan BPKH. Apabila penggunaan nilai manfaat tidak diproporsionalkan, nilai manfaat dana operasional haji yang dikelola BPKH akan terus tergerus.
Kemenag menyebut, proporsi penggunaan nilai manfaat dana operasional idealnya sekitar 30 persen. Permasalahan ini menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah.