EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Hilman Latief memaparkan faktor dibalik naiknya biaya haji di Indonesia, di tengah tarif layanan Arab Saudi yang mengalami penurunan.
Menurut Hilman, penurunan biaya layanan di Arab Saudi yang dikabarkan mencapai sebesar 30 persen bukanlah untuk keseluruhan pembiayaan haji. Dia menjelaskan, biaya haji terdiri dari banyak komponen.
Komponen biaya yang diturunkan oleh Pemerintah Arab Saudi yaitu layanan selama empat hari di Arafah, Muzdalifah dan Mina. Pada tahun lalu, harga layanan tersebut sudah naik drastis dari biasanya 1.500 riyal menjadi 5.656,87 riyal.
Dengan kata lain, setiap jamaah dari luar Arab Saudi yang dulu hanya dikenai biaya sekitar Rp 5 juta menjadi Rp 22 juta. Biaya layanan yang sama juga meningkat untuk rakyat Arab Saudi menjadi sekitar Rp 50 juta per orang.
"Jadi biaya yang diturunkan 30 persen itu bukan dari seluruh pembiayaan seperti hotel atau katering, tapi hanya layanan di Arafah, Muzdalifah, dan Mina," terang Hilman, Jumat (27/1/2023).
Adapun komponen lain yang memengaruhi biaya haji antara lain yang terkait dengan vendor seperti layanan akomodasi, transportasi, hingga konsumsi. Seiring dengan dinamika perekonomian global, harga untuk komponen tersebut mengalami lonjakan.
"Biaya komponen itu tidak dibayarkan ke pemerintah Arab Saudi tapi dengan vendor, kita negosiasi langsung," kata Hilman,
Sebelumnya, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengusulkan biaya perjalanan ibadah haji tahun 2023 naik 73 persen. Pada tahun 2022, biaya haji sebesar Rp 39 juta pada 2022. Tahun ini biaya haji diusulkan menjadi Rp 69 juta per jamaah.
Di sisi lain, Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi juga mengumumkan paket haji pada 2023 nominalnya 30 persen lebih murah dibandingkan tahun lalu.
Baca juga : Biaya Haji Naik Terus, Ini Jurus BPKH pada 2024