Selasa 31 Jan 2023 02:32 WIB

Pengamat: Penentuan Harga BBM Nonsubsidi Kewenangan Badan Usaha

Badan usaha diberikan hak dan kewenangan untuk menentukan harga BBM non-PSO.

Red: Friska Yolandha
Petugas melayani pengisian bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax ke sepeda motor di salah satu SPBU Kota Ternate, Maluku Utara, Rabu (4/1/2023). Pemerintah resmi mengumumkan penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax dari Rp14.200 per liter menjadi Rp13.050.per liter, Pertamax Turbo dari Rp15.200 menjadi Rp 14.180 per liter, dan Dexlite dari Rp18.6500 menjadi Rp16.500. per liter yang mulai berlaku pada 3 Januari 2023 pukul 14.00 WIB seluruh Indonesia .
Foto: ANTARA/Andri Saputra
Petugas melayani pengisian bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax ke sepeda motor di salah satu SPBU Kota Ternate, Maluku Utara, Rabu (4/1/2023). Pemerintah resmi mengumumkan penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax dari Rp14.200 per liter menjadi Rp13.050.per liter, Pertamax Turbo dari Rp15.200 menjadi Rp 14.180 per liter, dan Dexlite dari Rp18.6500 menjadi Rp16.500. per liter yang mulai berlaku pada 3 Januari 2023 pukul 14.00 WIB seluruh Indonesia .

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Badan usaha dinilai memiliki hak dan kewenangan untuk menetapkan sendiri harga bahan bakar minyak (BBM) yang tidak disubsidi pemerintah atau non public service obligation (non-PSO) sesuai ketentuan yang berlaku. Pengamat migas Komaidi Notonegoro yang juga Direktur Eksekutif Refor Miner Institute, mengatakan Indonesia sebenarnya sudah menganut sistem tersebut, yaitu badan usaha diberikan hak dan kewenangan untuk menentukan harga BBM non-PSO dengan memperhitungkan banyak aspek.

Di negara lain bahkan ketika harga minyak turun, seketika harga BBM akan turun. Namun, periode evaluasi masing-masing negara berbeda dan ada beberapa metode.

Baca Juga

"Di Asia Tenggara paling lama di Indonesia. Kalau di Malaysia dan Thailand sekitar 10 hari. Ada juga yang penentuan harga baru BBM setiap satu minggu dievaluasi, salah satunya Singapura. Kalau waktunya pendek ketika harga minyak turun jadi masyarakat konsumen lebih ingat satu minggu lalu habis turun (harga minyak) sehingga kalau turun (harga minyak) diturunkan harga BBM, jadi logis. Begitu juga kalau naik," kata Komaidi dalam keterangan di Jakarta, Senin (30/1/2023).

Menurut dia, sisi regulasi sebenarnya sudah diatur bagaimana secara berkala badan usaha, termasuk Pertamina, berhak melakukan evaluasi harga BBM nonsubsidi. Hanya ada batas atas maupun batas bawah sebagai pedoman bagi para badan usaha.

Secara terpisah Josua Pardede, Chief Economist Bank Permata, menilai tepat kebijakan penyesuaian BBM non-PSO secara fkuktuasi mengikuti penurunan harga minyak dunia. Pertamina tidak perlu menunggu instruksi dari pemerintah dalam menyesuaikan harga BBM non-PSO.

"Badan Usaha memiliki kewenangan dalam menentukan harga BBM non PSO karena BBM tersebut sama sekali tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah," ujarnya.

Menurut dia, faktor-faktor yang mempengaruhi naik turunnya harga BBM non-PSO tentu saja terkait dengan harga minyak mentah dan nilai tukar dolar Amerika Serikat, distribusi, dan biaya angkut. Selain itu juga mempertimbangkan aspek persaingan dengan badan usaha hilir migas lainnya. Review bulanan terhadap harga BBM non-PSO dinilai sudah tepat.

"Jika memungkinkan, review mingguan akan lebih baik. Review mingguan berpotensi membuat fluktuasi harga tidak terlalu besar, dan membiasakan masyarakat terhadap perubahan harga BBM," katanya.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement