Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi menilai ide untuk mengevaluasi harga BBM nonsubsidi mengikuti harga keekonomian pasar yang terus bergerak, sangat tepat untuk diterapkan. Hal ini dinilai wajar dalam dunia bisnis dan tidak ada yang dilanggar selama yang diatur memang tidak disubsidi oleh pemerintah.
Dia menjelaskan pengguna BBM nonsubsidi sebagian besar adalah kalangan menengah ke atas. Selain itu, dengan dibiarkan floating tidak akan ada perubahan harga drastis yang justru mengejutkan masyarakat. Misalnya, jika tiba-tiba harga minyak dunia naik tapi harga ditahan dan baru dua atau tiga bulan kemudian naik signifikan masyarakat pasti akan terkejut.
Menurut Fahmy, ini jadi pekerjaan pemerintah dan Pertamina untuk menggencarkan edukasi kepada masyarakat tentang mekanisme penetapan harga BBM nonsubsidi yang benar. Konsumen BBM nonsubsidi akan menerima fluktuasi harga, apalagi naik atau pun turun harganya juga tidak terlalu besar.
Secara tidak sadar konsumen akan terbiasa dengan penetapan harga yang berubah, baik harga naik ataupun turun mengikuti perkembangan harga minyak global.
"Kebijakan itu menurut saya tepat dan konsumen nantinya secara otomatis akan terbiasa," jelas Fahmy.
Basuki Trikora Putra, Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas), sebelumnya menyatakan tidak ada yang salah dengan penetapan harga BBM nonsubsidi oleh badan usaha secara berkala. Apalagi penetapan harga BBM nonsubsidi oleh badan usaha sangat memperhatikan kondisi pertumbuhan ekonomi, sektor industri, daya beli dan kelangsungan bisnis badan usaha.