EKBIS.CO, JAKARTA -- Ekonom Institut for Development of Economics (Indef) Iman Sugema menyatakan, dalam situasi pemilihan umum (pemilu) terdapat risiko politik yang akan memengaruhi persepsi. Terutama prospek para konglomerat karena akan ada perubahan dalam struktur politik yang sangat berpengaruh terhadap para orang kaya tersebut.
"Mereka akan wait and see dalam investment. Dua faktor akan berinteraksi sejauh mana agregat, dari sisi investment dari masa pemilu, baik pembiayaan dari bank akan cenderung lebih hati-hati," ujar dia dalam diskusi publik, Kamis (2/3/2023).
Ia melanjutkan, saat pemilu banyak investor akan lebih hati-hati berinvestasi di dalam negeri. Maka, Iman tidak terlalu berharap akan ada investasi baru di tahun politik.
Dirinya menambahkan, beberapa negara telah menaikkan suku bunga acuan. Hal itu bertujuan mengurangi peredaran uang beredar di masyarakar supaya inflasi terkendali.
Hanya saja, menurutnya itu berkebalikan jika terjadi pada tahun politik. "Di sisi yang lain, Indonesia dalam menghadapi tahun pemilu, saya kira ini pengetahuan umum ya, demand (permintaan) untuk cash money uang kartal Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu akan tinggi karena semua transaksi politik itu dilakukan secara cash. Nggak mungkin secara terbuka mau transfer antarbank," tutur dia.
Maka, kata dia, Indonesia tidak dapat begitu saja menentukan suku bunga turun sendirian dalam mengantisipasi naiknya permintaan uang tunai guna pengendalian inflasi. "Jadi di satu pihak kita tidak bisa semena-mena menentukan suku bunga untuk menggelontorkan likuiditas itu lebih banyak karena fokusnya adalah mengendalikan inflasi di berbagai negara sekali pun. Di lain pihak, permintaan cash akan membesar, artinya justru jadi dilema," ujar Iman.