EKBIS.CO, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelaskan penyebab masih tingginya harga pupuk di Tanah Air. Menurutnya, hal tersebut dikarenakan masih belum bisa terpenuhinya kebutuhan pupuk nasional yang sebanyak 13 juta ton.
Hal ini disampaikan Jokowi dalam acara penyerahan sertifikat tanah untuk rakyat serta Surat Keputusan (SK) Perhutanan Sosial dan SK Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) di Areal Kesongo, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Jumat (10/3/2023).
“Supaya Bapak, Ibu semuanya tahu bahwa kebutuhan pupuk di Indonesia ini harusnya 13 juta ton di seluruh Tanah Air Indonesia. Di Indonesia, baru bisa berproduksi 3,5 juta ton,” ujar Jokowi.
Lebih lanjut, Jokowi menjelaskan, saat ini Indonesia masih melakukan impor sejumlah 6,3 juta ton pupuk. Namun, jumlah tersebut juga dinilai masih belum bisa memenuhi kebutuhan pupuk nasional.
"Sisanya ada dari impor 6,3 juta ton berarti nembe pinten niku (kurang berapa itu)? (Totalnya) kira-kira 9,8 juta ton. Masih kurang berapa? 3,2 juta ton,” ucap mantan Wali Kota Solo itu.
Selain itu, Jokowi mengatakan kegiatan impor bahan baku atau pupuk juga terkendala oleh perang yang terjadi di Rusia dan Ukraina sebagai negara importir pupuk ke Indonesia.
“Problemnya sekarang supaya Bapak dan Ibu tahu kita banyak impor bahan atau pupuk itu dari Rusia dan Ukraina. Yang kekurangan pupuk itu bukan hanya Indonesia, negara-negara lain yang tidak mempunyai pabrik pupuk apalagi tidak dapat apa-apa sama sekali,” jelasnya.
Melihat hal tersebut, Jokowi menyebut, tingginya harga pupuk di Tanah Air disebabkan karena jumlah pupuk yang ada saat ini tidak sebanding dengan jumlah kebutuhan yang ada.
“Kalau pupuknya tidak cukup, yang ingin beli banyak, terus bagaimana? Hukum pasar apa? Harganya pasti naik, problemnya di situ,” jelas dia.
Oleh karena itu, untuk mendorong pemenuhan pupuk tersebut, pemerintah mengoperasikan kembali PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) guna menambah kapasitas produksi pupuk nasional.
“Bulan yang lalu Pupuk Iskandar Muda di Aceh kita hidupkan lagi, kita biayai. Sudah bisa berproduksi tetapi juga masih sedikit, 570 ribu ton. Sudah berproduksi 570 ribu ton tapi tetap itu masih jauh dari kebutuhan yang kita inginkan,” kata Jokowi.