EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan 300 surat dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait nilai transaksi mencurigakan sebesar Rp 349 triliun yang dikirimkan kepada pihaknya pada 13 Maret 2023. Dari ratusan itu, terdapat satu surat yang paling menonjol dengan transaksi hampir Rp 200 triliun.
"(Ratusan surat tersebut) berisi rekapitulasi data hasil analisa dan pemeriksaan serta informasi transaksi keuangan berkaitan dengan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) periode 2009-2023," kata dia dalam Konferensi Pers Penjelasan Hasil Rapat Komite Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Terkait Transaksi Mencurigakan yang dipantau secara virtual, Jakarta, Senin (20/3/2023).
Sebanyak 65 dari 300 surat terkait transaksi keuangan dari perusahaan atau badan atau perseorangan yang tidak ada di dalamnya pegawai dari Kemenkeu. Artinya, ucap Sri Mulyani, PPATK menduga ada transaksi perekonomian dari perdagangan atau pergantian properti yang mencurigakan. Surat-surat itu dikirimkan kepada Kemenkeu supaya bisa ditindaklanjuti sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) kementerian tersebut.
Kedua, 99 dari 300 surat terkait aparat penegak hukum (APH) dengan nilai transaksi mencurigakan sebesar Rp 74 triliun. Adapun 135 surat lainnya yang menyangkut nama pegawai Kemenkeu disebut memiliki nilai transaksi mencurigakan Rp 22 triliun.
"Satu surat yang menonjol dari PPATK adalah surat tahun 2020 yang dikirimkan pada 19 Mei 2020. Satu surat dari PPATK ini menyebutkan ada transaksi (mencurigakan) sebesar Rp 189,27 triliun," ungkap dia.
Mengingat satu surat tersebut memiliki nilai transaksi mencurigakan yang besar, maka pihaknya melakukan penyelidikan melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) untuk melakukan penelitian terhadap surat tersebut. Menkeu menyatakan ada 15 individu dan entitas yang menyangkut surat dengan nilai transaksi mencurigakan sebesar Rp 189,27 triliun sepanjang 2017-2019.
Berdasarkan hasil penelitian dari DJBC yang sudah ditindaklanjuti oleh Kemenkeu dan dibahas bersama dengan PPATK pada September 2020, 15 entitas tersebut melakukan kegiatan antara lain ekspor, impor, emas batangan, dan emas perhiasan, dan money laundry changer.
Setelah dinyatakan tidak ada transaksi mencurigakan di DJBC, DJP memperoleh surat yang sama (dengan nilai transaksi Rp 189,27 triliun) dan surat lain dari PPATK yang mencatatkan jumlah transaksi mencurigakan sebesar Rp 205 triliun dari 17 entitas (sebelumnya Rp 189,27 triliun dari 15 entitas). Seluruh pihak yang terkait telah diteliti secara mendalam dan akan ditindaklanjuti oleh Kemenkeu serta PPATK jika ditemukan bukti-bukti lainnya.
"Kemenkeu tidak akan berhenti, bahkan kami secara proaktif minta kepada PPATK untuk menjalankan tugas menjaga keuangan negara. Dalam hal ini, sebagian surat-surat dari Pak Ivan (Yustiavandana) adalah surat yang kami mintakan, jadi kita yang aktif, (sedangkan) sebagian lagi dari PPATK aktif sampaikan kepada kami," ungkap Sri Mulyani.