EKBIS.CO, Jakarta -- Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki menyatakan, berdasarkan analisis data Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata potensi nilai impor pakaian ilegal atau unrecorded dalam lima tahun terakhir mencapai hampir Rp 100 triliun per tahun. Itu dinilai membuat industri tekstil dan produk tekstil (TPT) lokal merugi.
“Industri pakaian lokal kita jelas terpukul dengan masuknya pakaian impor ilegal ini. Bayangkan porsinya itu mengisi 31 persen pasar domestik kita. Sementara produk pakaian impor dari China porsinya 17,4 persen,” kata Teten di Jakarta, Selasa (28/3/2023).
Ia menyebutkan, berdasarkan data BPS, potensi nilai impor pakaian ilegal pada 2018 mencapai Rp 89,37 triliun. Setahun berikutnya menembus Rp 89,06 triliun dan melonjak hingga Rp 110,28 triliun pada 2020.
Kemudian pada 2021 dan 2022 masing-masing mencapai Rp 103,68 triliun dan Rp 104,41 triliun. Menurut Menkop, aktivitas impor pakaian ilegal ini mengancam sekitar 533.217 pelaku industri mikro dan kecil di sektor pakaian, yang jumlah pemainnya dalam tren menurun pada tiga tahun terakhir.
“Jumlah pelaku industri mikro dan kecil pada sektor pakaian jadi pada 2019 dan 2020 masing-masing sebanyak 613.668 dan 591.390. Sedangkan, jumlah tenaga kerja yang terserap di dalam industri tersebut per 2021 lalu mencapai 999.480 jiwa," tuturnya.
Dengan adanya impor pakaian ilegal, kata dia, akan memukul industri pakaian lokal yang kini tengah menurun. Dirinya menambahkan, saat ini pemerintah akan fokus melakukan penertiban dan pemberantasan produk pakaian impor ilegal.
Sementara bagi para pedagang baju bekas yang terdampak, Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop) telah membuka hotline pengaduan 1500-587 atau via WhatsApp 08111451587. “Dari data pengaduan yang telah masuk, rata-rata mereka meminta solusi bisnisnya," ungkap dia.
Kemenkop, lanjutnya, bakal memfasilitasi permintaan mereka bertemu dengan berbagai merek fashion lokal. Kementerian, kata dia, juga telah menyiapkan program unggulan yang cocok bagi pedagang maupun produsen produk tekstil dalam negeri sebagai solusi bisnis.
Di antaranya mendukung Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia, pembentukan klaster bisnis fesyen, mendorong Indonesia sebagai hub busana modest (muslim) dunia, menyiapkan Rumah Produksi Bersama produk kulit, Pusat R&D di Smesco Lab, dan Pembiayaan Kredit Usaha Rakyat. Kemenkop pun terus berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan guna mendukung pemulihan kesehatan industri TPT dalam negeri.
Selain pemberantasan aktivitas impor pakaian bekas, dua kementerian itu juga sedang menggodok restriksi nontarif bagi produk TPT impor. Nantinya hal itu akan dibahas pula dengan Kementerian Keuangan.