EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan menyebut utang pemerintah kepada produsen minyak goreng maupun pengusaha ritel modern mencapai Rp 800 miliar. Utang tersebut merupakan selisih harga yang belum dibayarkan pemerintah saat memberlakukan program minyak goreng satu harga awal tahun 2022 lalu.
Program minyak goreng satu harga dilakukan saat terjadi lonjakan harga. Saat itu diputuskan seluruh jenis minyak goreng dijual melalui ritel modern seharga Rp 14 ribu per liter atau di bawah harga pasar yang lebih tinggi. Sebagai gantinya, pemerintah akan menalangi selisih harga minyak goreng kepada pengusaha ritel.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Isy Karim menjelaskan, besaran utang sebesar Rp 800 miliar itu mengacu kepada hasil verifikasi dan penghitungan yang dilakukan perusahaan surveyor pelat merah, PT Sucofindo.
Adapun, verifikasi tersebut dilakukan terhadap dokumen klaim yang diberikan para produsen maupun pemilik retail saat menagihkan selisih harga. Isy menuturkan, jumlah utang yang dicatat oleh Sucofindo jauh lebih besar dari yang ditagihkan oleh pengusaha ritel modern sejak tahun lalu sebesar Rp 344 miliar.
"Total tagihannya itu sebesar Rp 800 miliar. Itu karena (minyak goreng satu harga) dari Aprindo (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia) melalui toko ritel, ada juga yang di general trade (pasar tradisional). Jadi gabungan itu agak lumayan besar," kata Isy saat ditemui di Kementerian Perdagangan, Jumat (12/5/2023).
Isy pun memastikan akan menyelesaikan persoalan pembayaran utang tersebut. Pasalnya, Kejaksaan Agung telah mengeluarkan surat pendapat hukum atau legal opinion pada Kamis (11/5/2023). Di mana, Kejakgung meminta pemerintah mengganti utang dari program minyak goreng satu harga.
Namun, jumlah utang yang dibayarkan khusus kepada retail modern belum tentu akan sebesar Rp 344 miliar. Pemerintah akan melakukan pendalaman lebih lanjut dari hasil verifikasi Sucofindo sehingga diperoleh besaran utang yang valid.
"(Jumlah) yang diberikan Sucofindo kan total, saya belum bisa memberikan kepastian (untuk retail) karena harus membuka dokumen sekecil-kecilnya, mana yang di retail dan mana yang di pasar tradisional," ujarnya.