EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita terus mencermati tren perlambatan sektor manufaktur berdasarkan hasil survei Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia dan indeks kepercayaan industri (IKI) yang terjadi belakangan ini kondisi manufaktur Indonesia. Dalam rapat kerja Kementerian Perindustrian Tahun 2023 di Jakarta, Jumat (16/6/2023), Agus menjelaskan, sejak masuk penilaian PMI pada 2011, dalam sejarahnya, Indonesia belum pernah selama setahun penuh selalu dalam kondisi ekspansi. Namun, selama 17 bulan berturut-turut, Indonesia berhasil mempertahankan kondisi ekspansi di survei PMI.
"Pada awal 2023, PMI pun sebetulnya pada posisi ekspansi. Namun, memang tidak seekspansi tahun sebelumnya dan ada kecenderungan melambat ekspansinya. Masih ekspansi, tapi ada kecenderungan melambat," katanya.
Menperin juga mengakui, pada perjalanan survei PMI, terdapat tiga kali nilai PMI yang mendekati angka 50, yang berarti tidak terjadi ekspansi, termasuk PMI pada Mei 2023.
"Kondisi ini juga sebetulnya terjadi di berbagai negara lain, khususnya di ASEAN dan di negara-negara ekonomi besar di dunia. Oleh sebab itu, saya kira kita semua paham mengenai tanggung jawab kita. Kita harus betul-betul bisa memahami faktor-faktor yang memengaruhi ekspansi manufaktur Indonesia dan negara lain sebagai benchmarking," ujarnya.
Menperin mengungkapkan faktor-faktor yang memengaruhi ekspansi manufaktur Indonesia bisa berupa faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal diantaranya kondisi resesi global, khususnya di kawasan Eropa, kebijakan moneter the Fed hingga perang Rusia-Ukraina yang semakin berkelanjutan.
Di sisi internal atau domestik, kemampuan belanja domestik, belanja pemerintah hingga momentum hari raya dan faktor musiman juga patut menjadi perhatian.
Sementara, berdasarkan IKI, kinerja manufaktur Indonesia tercatat masih ekspansi sepanjang Januari-Mei 2023. Kendati Menperin mengakui ekspansinya cenderung melambat, penurunan IKI Mei 2023 disebabkan penurunan pesanan baru dan produksi sehingga terjadi penumpukan stok persediaan yang menunjukkan bahwa daya serap market sedang tertekan.
"Baik PMI maupun IKI bisa menjadi indikator alert atau alarm bagi kita untuk melihat kinerja makro industri sebagaimana perkembangan pertumbuhan industri pada 2023, yang harus kita jujur, terlihat stagnan," ujarnya.
Menperin juga menyinggung kontribusi manufaktur terhadap PDB Indonesia di 2023 yang cenderung stagnan atau bahkan melambat. Begitu pula pertumbuhan ekspor yang cenderung melambat jika dibandingkan tahun sebelumnya. Hal itu juga ditambah dengan investasi yang masih fluktuatif.
"Kinerja industri masih menghadapi tantangan dari supply, salah satunya kompleksitas produk, daya saing produk, produktivitas tenaga kerja, adopsi teknologi, kemampuan inovasi, serta partisipasi dalam global value chain," katanya.
Selain itu, ada beberapa permasalahan di bidang industri yang menjadi isu utama antara lain mulai dari akses bahan baku/penolong, keterampilan SDM, tantangan produk Impor, pengolahan limbah B3, logistik, data industri.
"Pengalaman negara lain menunjukkan bahwa industri memegang peranan penting untuk peningkatan PDB per kapita. Korea Selatan dan Singapura masih menunjukkan peningkatan share industri ketika sudah menjadi negara maju. Sementara share industri Indonesia mengalami tren penurunan setelah booming di tahun 2002. Maka dari itu diperlukan peningkatan share industri melalui perbaikan struktur ekonomi dalam agenda transformasi ekonomi," kata Menperin.