Dalam audiensi tersebut, Gunadi menyampaikan, ratusan Pertashop menderita kerugian sejak PT Pertamina menaikkan harga BBM Pertamax hingga terpaut jauh dengan BBM Pertalite. Pasalnya, konsumen yang biasa membeli bahan bakar nonsubsidi di Pertashop kini beralih ke Pertalite yang hanya khusus dijual di SPBU Pertamina.
Gunadi mengaku, puncak penjualan terjadi Januari 2022 saat Pertamax masih dihargai Rp 9.000 per liter karena Pertashop bisa menjual hingga 34 ribu liter per bulan. Dengan margin Rp 850 per liter untuk Pertashop Gold, setidaknya dikantongi pendapatan kotor Rp 28,9 juta.
Namun, sejak April 2022, Pertamina menaikkan Pertamax menjadi Rp 12.500 per liter sedangkan Pertalite tetap Rp 6.750 per liter. Harga yang terpaut itu membuat konsumen beralih dan Pertashop mulai kehilangan pembeli. Penjualan pun turun menjadi hanya 16 ribu per liter.
“Dengan adanya disparitas harga, omzet turun drastis hingga 90 persen. Ada 201 Pertashop merugi dari 408 Pertashop. Aset disita karena kita tidak sanggup membayar angsuran bulanan ke bank bersangkutan,” kata Gundai dalam Audiensi bersama Komisi VII DPR, Senin (10/7/2023).
Ia menuturkan, tekanan terhadap usaha Pertashop terus berlanjut saat harga Pertamax terus mengalami kenaikan hingga Rp 14.500 per liter dan Pertalite dihargai Rp 10 ribu per liter. Kendatipun, saat ini Pertamax telah turun menjadi Rp 12.400 Gunadi mengaku penjualan Pertamax di Pertashop tetap tak mengalami perbaikan.
Maksimalkan pertashop
Lihat halaman berikutnya >>>