EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memastikan terus melakukan upaya penguatan kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan hal tersebut dilakukan untuk mengendalikan inflasi barang impor dan memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global.
Dalam mengendalikan tersebut, Perry menyebut strategi pertama yakni dengan melakukan intervensi di pasar valas. "Intervensi dilakukan dengan transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian atau penjualan SBN di pasar sekunder," kata Perry dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan di Jakarta, Selasa (1/8/2023).
Selanjutnya strategi kedua yakni dengan twist operation melalui penjualan SBN di pasar sekunder. Khususnya untuk tenor pendek untuk meningkatkan daya tarik imbal hasil SBN bagi masuknya investor portofolio asing.
Lalu, strategi ketiga yaitu optimalisasi Term Deposit (TD) Valas DHE. Perry mengatakan hal tersebut juga didukung dengan penambahan frekuensi dan tenor lelang TD Valas jangka pendek dengan suku bunga kompetitif.
Perry menambahkan, saat ini BI juga mengeluarkan ketentuan terkait penetapan dan penyediaan instrumen penempatan DHE SDA. Selain itu juga melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap DHE SDA sebagai tindak lanjut implementasi PP DHE SDA.
"Langkah tersebut merupakan bentuk kebijakan terkoordinasi dengan kebijakan pemerintah yang memberikan fasilitas insentif fiskal untuk meningkatkan minat investasi DHE SDA di dalam negeri," ujar Perry.
Dia menuturkan, penetapan instrumen penempatan DHE SDA dan instrumen pemanfaatan atas penempatan DHE SDA mengacu tiga prinsip. Prinsip pertama yaitu sejalan dengan pengaturan dalam PP DHE SDA, kedua yakni pemanfaatan DHE SDA tersebut untuk kebutuhan dalam negeri, dan ketiga pengaturan instrumen lain yang diperbolehkan akan dilakukan kemudian dengan tetap berdasarkan prinsip pertama dan kedua serta sesuai perkembangan ekonomi dan pasar keuangan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan saat ini nilai tukar rupiah terkendali sehingga mendukung stabilitas perekonomian. "Nilai tukar rupiah sampai dengan 28 Juli 2023 secara year to date tercatat menguat 3,13 persen (ptp) dari level akhir Desember 2022," kata Sri Mulyani.
Menurut Sri, rupiah lebih kuat dibandingkan apresiasi peso Filipina (1,55 persen), rupee India (0,57 persen), dan baht Thailand (0,28 persen). Ke depan, lanjut Sri Mulyani, dengan akan meredanya ketidakpastian pasar keuangan global, nilai tukar rupiah diperkirakan akan menguat ditopang oleh indikator fundamental ekonomi yang kuat, imbal hasil aset keuangan domestik yang menarik, dan dampak positif dari implementasi PP Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam.
Sri Mulyani mengatakan, persepsi investor terhadap prospek perekonomian Indonesia juga menguat. "Ini tecermin pada peningkatan outlook sovereign credit rating Indonesia oleh lembaga pemeringkat R&I dari stabil menjadi positif, dengan level rating tetap terjaga pada BBB+," ujar Sri Mulyani.