EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra menduga penguatan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sekadar dalam fase konsolidasi.
"Kalau melihat sentimen pasar terhadap aset berisiko pagi ini terlihat masih negatif, indeks saham Asia bergerak melemah, sehingga mungkin penguatan rupiah pagi ini bisa saja sekadar konsolidasi," ujar dia disiarkan Antara, Jakarta, Rabu (16/8/2023).
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Rabu dibuka turun mengikuti pelemahan bursa saham kawasan Asia dan global. IHSG dibuka melemah 17,22 poin atau 0,25 persen ke posisi 6.897,88. Sementara itu, kelompok 45 saham unggulan atau Indeks LQ45 turun 4,04 poin atau 0,42 persen ke posisi 962,20.
Lebih lanjut, tekanan terlihat membayangi pergerakan rupiah terhadap dolar AS. Sejak akhir pekan lalu, rupiah disebut bergerak melemah terhadap dolar AS. "Sebagian data-data ekonomi AS yang membaik, yang terakhir data penjualan ritel bulan Juli 2023 yang dirilis semalam, membangun ekspektasi di pasar bahwa Bank Sentral AS mungkin mempertahankan suku bunga acuannya di level tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama. Data-data ekonomi yang membaik berpotensi mengangkat kembali level inflasi di AS yang sudah mulai menurun," ucap Ariston.
Pada Selasa (15/8/2023), Departemen Perdagangan AS melaporkan bahwa penjualan ritel tumbuh 0,7 persen pada bulan Juli 2023. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dari kenaikan 0,4 persen yang diproyeksikan oleh ekonom Refinitiv dan kenaikan 0,2 persen yang tercatat pada Juni 2023.
"Selain itu, isu pelambatan ekonomi global juga menjadi penekan rupiah sebagai aset berisiko. Apalagi China sebagai partner dagang terbesar Indonesia juga diisukan mengalami pelambatan ekonomi. Tekanan pada perekonomian China bisa memberikan efek negatif ke perekonomian Indonesia," kata Ariston.
Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu pagi menguat 0,08 persen atau 12 poin menjadi Rp 15.330 per dolar AS dari sebelumnya Rp 15.342 per dolar AS.