EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Bidang UMKM Koperasi dan Kewirausahaan Dewan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (DPP HIPMI), Tri Febrianto, meminta pemerintah Indonesia untuk memberikan perhatian serius dan memperkuat eksistensi UMKM dengan mewaspadai serbuan produk impor dari berbagai e-commerce salah satunya melalui platform digital TikTok dengan Project S.
"Kami menilai munculnya Project S TikTok ini dapat membunuh eksistensi dari pada UMKM Indonesia bahkan akan lebih menguntungkan produk UMKM asal China yang merupakan negara asal induk usaha TikTok tersebut," kata Tri Febrianto di Jakarta, Kamis (14/9/2023),
Menurut Buyung panggilan Tri Febrianto, Project S milik TikTok berpotensi menjadi tsunami besar bagi pertumbuhan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam negeri.
Lanjutnya HIPMI mendorong Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan untuk segera merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.50 Tahun 2020 untuk memperkuat ketentuan perizinan usaha, periklanan, pembinaan, dan pengawasan pelaku usaha dalam perdagangan melalui system elektronik.
"Revisi ini diharapkan segera dilakukan untuk melindungi UMKM di Tanah Air. pasalnya untuk saat ini perdagangan di ranah media sosial seperti ruang yang kosong (tanpa regulasi), ini yang kemudian memicu pihak TikTok bisa bertindak dengan seenaknya dengan menciptakan pertarungan usaha tidak seimbang dengan pelaku UMKM lokal," ujarnya.
Alumni Univesitas Hasanuddin ini mengatakan, berdasarkan laporan Bank Indonesia nilai transaksi perdagangan elektronik atau e-commerce di Indonesia sebesar Rp.476,3 triliun pada 2022. Sedangkan, volume transaksi e-commerce tercatat sebanyak Rp. 3,49 miliar kali. Nilai transaksi e-commerce pada 2022 lebih tinggi 18,8 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp.401 triliun.
"Namun yang disayangkan nilai transaksi sebesar itu dinikmati produsen luar negeri seperti Cina. Di saat UMKM kita masih terseok-seok belum mampu bersaing, malam muncul ancaman baru yakni Project S TikTok," ungkap Tri Febrianto.
Ia juga menyoroti dengan menjamurnya sosial e-commerce di Indonesia ini dikhawatirkan akan membunuh UMKM lokal. Banjirnya produk impor yang dijual reseller di TikTok Shop memiliki harga yang lebih rendah ketimbang produk buatan UMKM asli Indonesia. Sehingga produk-produk UMKM tak laku dijual.
“Sosial e-commerce hari ini menjadi mimpi buruk bagi para UMKM Lokal, karena yang berjualan melalui sosial e-Commerce telah menjelma menjadi predator pricing dimana para produsen di e-commerce memutus mata rantai penjualan yang sangat panjang ditambah lagi mereka menjual dengan harga yg lebih murah dari pesaing tujuannya untuk mematikan pesaingnya, ini sangat berbahaya," kata dia.
Untuk diketahui, Project S merupakan platform e-commerce yang diluncurkan oleh perusahaan induk TikTok, ByteDance. Platform ini dilaporkan telah beroperasi di pasar Inggris pada 21 Juni 2023 kemarin.
Berbeda dengan TikTok Shop yang beroperasi sebagai platform penjualan online di mana para pedagang dapat memamerkan dan menjual produk mereka, Project S merupakan platform di mana perusahaan langsung menjual dagangannya sendiri.
Dalam penerapan Project S ini, para pemilik akun TikTok di Inggris dapat menggunakan fitur belanja baru dalam aplikasi TikTok mereka yang disebut Trendy Beat. Fitur ini menawarkan barang-barang yang populer, seperti alat untuk mengekstrak kotoran telinga atau menyikat bulu hewan dari pakaian.
Diberitakan semua barang yang diiklankan itu nantinya akan langsung dikirim dari China, dan dijual oleh perusahaan milik TikTok yang terdaftar di Singapura. Modelnya mirip dengan cara Amazon membuat dan mempromosikan sendiri rangkaian produk terlarisnya.
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki juga mendorong Menteri Perdagangan untuk segera merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE) agar bisnis UMKM tidak terganggu oleh kecurigaan hadirnya Project S TikTok Shop.
“Untuk menghadirkan keadilan bagi UMKM di pasar e-commerce, Kemendag perlu segera merevisinya. Aturan ini nampaknya macet di Kementerian Perdagangan," kata MenKopUKM Teten Masduki demikian dilansir dari Antara.