EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra menyatakan rupiah berpotensi lanjut melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menimbang imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS yang terus meningkat.
Dia memprediksi rupiah melemah ke kisaran Rp 15.450 per dolar AS dengan potensi support Rp 15.360 per dolar AS.
"Yield tenor 10 dan 30 tahun malah mencetak level tinggi baru tahun ini pagi ini di kisaran 4,56 persen dan 4,68 persen," ujar dia di Jakarta, Selasa (26/9/2023).
Index dolar AS disebut juga mengalami kenaikan ke level 105 dari sebelumnya bergerak di kisaran 105.
Menurut dia, pelaku pasar masih mengantisipasi kemungkinan kenaikan suku bunga acuan AS tahun ini pascasinyal hawkish yang diberikan Bank Sentral AS saat rapat terakhir pada pekan lalu. Kenaikan harga minyak mentah turut dapat memberikan tekanan risiko kenaikan inflasi yang menjadi alasan Bank Sentral AS menaikkan suku bunga acuan.
"(Yeild obligasi AS) bisa jadi (akan terus naik), sampai ada rilis data ekonomi AS yang tidak memberikan dukungan kenaikan inflasi di AS," ungkap Ariston.
Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin pagi melemah 0,21 persen atau 32 poin menjadi Rp15.435 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.403 per dolar AS.
Dolar berada pada level tertinggi dalam 10 bulan terhadap sejumlah mata uang utama lainnya di awal sesi Asia pada Selasa pagi, didukung oleh imbal hasil (yield) obligasi AS yang mencapai puncaknya dalam 16 tahun, sementara yen semakin masuk ke zona bahaya intervensi.
Kombinasi dari data ekonomi yang tangguh, retorika Federal Reserve yang hawkish, dan defisit anggaran yang dibiayai dengan pinjaman membuat imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun, naik lebih dari 45 basis poin pada September menjadi 4,5 persen untuk pertama kalinya sejak tahun 2007.