Rabu 04 Oct 2023 14:35 WIB

Pakar Pertanian: Mau tak Mau, Impor Beras Harus Dilakukan

Kekeringan panjang membuat gejolak harga beras tidak terhindarkan.

Red: Fuji Pratiwi
Petani menyiapkan bibit padi jenis ciherang pada musim tanam akhir 2023 di Aceh Besar, Aceh, Rabu (4/10/2023) (ilustrasi).
Foto: Antara/Irwansyah Putra
Petani menyiapkan bibit padi jenis ciherang pada musim tanam akhir 2023 di Aceh Besar, Aceh, Rabu (4/10/2023) (ilustrasi).

EKBIS.CO, PURWOKERTO -- Pakar pertanian dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Suprayogi menilai, mau tidak mau kebijakan impor beras tetap harus dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya menekan gejolak harga komoditas pangan tersebut.

Disiarkan Antara di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu (4/10/2023), Suprayogi, mengakui kenaikan harga beras yang terjadi saat ini merupakan suatu fenomena yang tidak bisa dielakkan. "Ini salah satunya karena faktor alam yang kering lama, sehingga panen padi langka sekali, hanya satu-dua yang bisa panen," kata Guru Besar Ilmu Pemuliaan Tanaman itu.

Baca Juga

Ia mengatakan, sebagian besar area persawahan yang tidak bisa ditanami padi maupun panen disebabkan oleh minimnya ketersediaan air irigasi, sehingga banyak sekali sawah yang bero atau dibiarkan tanpa ditanami padi. Menurut dia, area persawahan yang bisa ditanami karena aliran irigasinya bagus, jumlahnya tidak begitu banyak.

Oleh karena sebagian besar area persawahan tidak bisa panen, kata dia lagi, terjadilah kelangkaan pasokan gabah yang berdampak terhadap kenaikan harga beras secara signifikan. "Saat ini, harga gabahnya saja sudah mencapai kisaran Rp 8.000 per kilogram. Sayangnya, harga gabah yang bagus itu tidak membuat petani menjadi sejahtera," kata dia yang terlibat dalam perakitan padi varietas Inpari Unsoed 79 Agritan itu lagi.

Dia mengatakan, harga gabah yang tinggi ini "PHP" (pemberi harapan palsu) karena tidak semua petani bisa menikmatinya. Harga gabah yang tinggi tersebut hanya bisa dinikmati sebagian petani, sedangkan petani lainnya justru menjadi korban harga beras yang melambung.

"Petani itu kan konsumen beras juga. Oleh karena tidak punya lumbung, begitu panen, gabahnya dijual, dan sekarang membeli beras yang harganya melambung," ujarnya pula.

Suprayogi mengatakan hal itu merupakan problematik, sehingga mau atau tidak mau pemerintah harus melaksanakan operasi pasar terhadap beras karena suplai dalam negeri sudah cukup berat. Dengan demikian, kata dia, peran Perum Bulog saat sekarang menjadi penting sekali dengan melepas beras yang dibeli dari petani pada masa panen sebelumnya.

Menurut dia, hal itu dilakukan untuk stabilisasi harga beras di pasar umum bisa turun, bahkan bisa mencapai harga eceran terendah. Akan tetapi, jika lonjakan harga beras itu tidak bisa ditekan hingga turun, kata dia lagi, minimal harganya tidak terus melonjak.

 

sumber : ANTARA
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement