EKBIS.CO, JAKARTA -- Naiknya suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRRR) pada level 6,00 persen dinilai akan berdampak pada penurunan daya konsumsi masyarakat.
Hal itu dikarenakan kenaikan suku bunga BI berujung para meningkatnya suku bunga kredit pada segmen konsumsi dengan cepat, seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR) hingga kredit kendaraan motor.
"Itu artinya (suku bunga BI) akan melemahkan penjualan perumahan, maupun kendaraan bermotor. Masyarakat, mungkin lebih menahan diri dulu untuk belanja barang-barang yang sifatnya konsumtif," kata Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira di Jakarta, Jumat (20/10/2023).
Sebelumnya, BI memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 0,25 basis poin (bps) ke level 6,00 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 18-19 Oktober 2023.
Bhima menilai keputusan itu dilatarbelakangi oleh melemahnya nilai tukar rupiah, serta ketidakpastian global yang masih berlanjut.
Selain berdampak pada kredit konsumsi, keputusan BI juga mempengaruhi sektor usaha produktif. Sebab tingginya suku bunga mengakibatkan ada penyesuaian pada fasilitas pembiayaan kredit modal kerja dan kredit investasi, yang berpotensi menghambat ekspansi yang dilakukan oleh para pelaku usaha.
Ia memberikan contoh, para pelaku usaha berpotensi mengkompensasikan biaya suku bunga yang tinggi ke dalam harga jual produknya sehingga berimbas pada konsumen akhir. "Masalahnya, tidak semua segmen konsumsi dengan kondisi hari ini siap menanggung biaya bunga yang meningkat. Ini artinya konsumen pun juga dihadapkan pada situasi menahan pembelian barang, atau dia harus berhemat, atau mengurangi pembelian barang-barang lainnya," ujarnya.
Bhima memproyeksikan meningkatnya suku bunga BI masih akan terus berlanjut beberapa bulan ke depan mengingat nilai tukar rupiah yang semakin melemah, serta ekonomi nasional yang masih dihantui ketidakpastian global.