Hal senada diungkapkan Maman (52), seorang pemilik warung mpek-mpek di Pusat Kuliner Cimanuk. Dia mengatakan, biasanya membutuhkan satu tabung gas elpiji tiga kilogram untuk berjualan mpek-mpek selama tiga hari. Namun sekarang, dia biasa membeli gas elpiji lima sampai tujuh hari sekali.
‘’Kalau dihitung, bisa ngirit sekitar Rp 150 ribu per bulan. Lumayan,’’ ungkap Maman.
Sampah di warung milik Maman juga bisa terbuang dengan mudah dan lebih dekat dibanding ke tempat pembuangan sampah. Selama ini, sampah yang dihasilkannya di antaranya berupa sayuran dan sisa-sisa ikan.
Pria yang didaulat sebagai Ketua Forum Pedagang Pusat Kuliner Cimanuk itu menjelaskan, jumlah warung di Pusat Kuliner Cimanuk seluruhnya ada 56 warung. Namun dari jumlah itu, baru enam warung yang bisa menikmati gas hasil pengolahan biodigester.
Menurut Maman, kondisi itu dikarenakan warung-warung lainnya kebanyakan menjual produk,yang sampahnya berupa sampah plastik. Karenanya, sisa sampah itu tidak bisa diolah oleh biodigester.
‘’Yang bisa diolah ke dalam biodigester kan hanya sampah organik. Tidak boleh ada sisa sabun, kulit jeruk dan sampah plastik. Pokoknya apapun yang bisa kita makan, maka sampahnya bisa diolah ke dalam biodigester,’’ ujar Maman.
Maman mengakui, masih minimnya jumlah warung yang berkontribusi pada pembuangan sampah organik akhirnya membuat produksi gas biodigester menjadi kurang maksimal. Dengan kapasitas sampah dalam biodigester sebanyak 100 kilogram, yang terolah di dalam biodigester selama ini baru 30 kilogram.
‘’Tapi walaupun kapasitasnya kurang, sampah dalam biodigester tetap diolah setiap hari. Dari 30 kilogram sampah itu, bisa menghasilkan tiga kubik gas metana yang disalurkan kepada enam orang pedagang,’’ kata Maman.
Ke depan, akan diupayakan penambahan sampah organik untuk diolah di dalam biodigester supaya gas metana yang dihasilkan semakin banyak. Untuk itu, diharapkan ada kerja sama dengan restoran-restoran untuk memilah dan mengumpulkan sampah organiknya. Dengan demikian, jumlah pedagang yang bisa menikmati gas metana dari biodigester itu juga akan semakin bertambah.
Maman mengungkapkan, kelebihan lain penggunaan gas metana dari biodigester juga memiliki tekanan yang besar sehingga masakan jadi cepat matang. Meski demikian, penggunaan gas metana tetap aman karena massa jenisnya yang ringan.
Tak hanya menghasilkan gas metana yang dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan, sisa penguraian sampah organik oleh bakteri pengurai juga menghasilkan zat padat dan air lindi. Keduanya bisa digunakan sebagai pupuk yang menyuburkan tanaman.
‘’Saya coba aplikasikan pupuk itu ke tanaman, ternyata tumbuh subur, daunnya sampai lebar-lebar,’’ kata Maman, sambil menunjukkan deretan tanaman hias yang tumbuh subur di sekitar fasilitas biodigester.
Maman dan para pedagang makanan di Pusat Kuliner Cimanuk pun sangat berterima kasih kepada PT Polytama Propindo, yang telah membangun dan mengoperasikan biodigester tersebut. Mereka kini juga memahami bahwa sampah yang dipilah dan diolah, akan memberikan nilai ekonomi yang besar.
Pemilahan dan pengolahan sampah organik sisa makanan menjadi sumber energi terbarukan itu merupakan yang pertama di Kabupaten Indramayu. Hal itu juga menjadi langkah awal dalam pengurangan sampah sisa makanan di daerah tersebut.
Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Indramayu, Yus Rusmadi, menyebutkan, produksi sampah di Kabupaten Indramayu totalnya mencapai 300 ton per hari. Sampah tersebut langsung dibuang oleh masyarakat ke tempat pembuangan sampah, tanpa ada pemilahan dan pengolahan.
‘’Biodigester baru pertama ini ada di Kabupaten Indramayu, kami sangat mengapresiasi Polytama. Selain mengurangi sampah sisa makanan, kami berharap masyarakat jadi memahami dan lebih giat lagi memilah dan mengolah sampah karena ada nilai ekonomisnya,’’ tukas Yus.