Sabtu 04 Nov 2023 13:19 WIB

Rupiah Melemah Bebani Operasional Maskapai, Pemerintah Diminta Hapus TBA

Dampak dari pelemahan rupiah disebut sangat menekan industri penerbangan.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Ahmad Fikri Noor
Ilustrasi maskapai penerbangan Indonesia.
Foto: Antara/Dedhez Anggara
Ilustrasi maskapai penerbangan Indonesia.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Indonesia National Air Carriers Association (INACA) mengungkapkan saat ini dampak dari pelemahan rupiah sangat menekan industri penerbangan. Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja mengatakan biaya operasional penerbangan yang cukup besar menjadi semakin terbebani semenjak rupiah melemah.

"Pelemahan nilai tukar mata uang rupiah dibandingkan tahun lalu saja ada penurunan cukup signifikan. Oleh karena itu leasing pesawat ini kan sekitar 30 persen dari biaya operasional," kata Denon, Jumat (3/11/2023).

Baca Juga

Untuk itu, Denon mendesak pemerintah segera bisa menghapus tarif batas atas (TBA) tiket pesawat. Menurutnya, perbaikan tarif penerbangan perlu segera dilakukan karena tarif yang berlaku sekarang ditetapkan pemerintah pada 2019 yang berbeda dengan kondisi saat ini.

"Kondisi sudah berbeda dengan saat ini terutama dari sisi harga avtur dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS," ucap Denon.

Dengan tren dan dinamika transportasi udara saat ini, Denon menyebut beberapa faktor memberikan dampak kenaikan tingginya operasional pesawat. Dia menegaskan, hal itu di luar kontrol dari operator.

"Di mana dua di antaranya adalah harga avtur dan nilai tukar mata uang. Makanya kami berharap TBA ini bisa dikaji sehingga ada fleksibilitas bagi operator menyesuaikan tarifnya mengingat tingginya biaya operasional maskapai," jelas Denon.

Denon mengharapkan, pemerintah bisa menerima rekomendasi atas peniadaan TBA mengingat biaya produksi dengan nilai tukar mata uang sedang tinggi. Terlebih, Denon menuturkan, di dalam fasilitas transportasi udara, beban biayanya di luar kontrol operator.

"Hingga 70 persen di luar kontrol kita. Nilai tukar mata uang, harga avtur sehingga kami berharap pemerintah bisa memahami teradap penyesuaian yang ada yang mungkin berdampak kepada naiknya harga tarif tiket sehingga pemerintah bisa menyiapkan juga moda transportasi lain," ungkap Denon.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan inflasi AS yang masih tinggi membuka peluang suku bunga acuan akan kembali naik. Hal itu menimbulkan gejolak di pasar keuangan global dan mendorong aliran modal keluar (outflow).

Hal itu juga yang menjadi alasan membuat dolar AS menguat drastis. "Penguatan dolar AS yang terjadi secara signifikan mendorong pelemahan berbagai mata uang negara-negara lainnya, termasuk rupiah," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK, Jumat (3/11/202).

Hingga 27 Oktober 2023, indeks dolar AS mencapai 106,56 atau menguat sebesar 2,93 persen dibandingkan dengan akhir tahun lalu. Penguatan itu membuat rupiah melemah, namun tidak terlalu besar hanya 2,34 persen.

Sementara, Yen mengalami pelemahan 12,61 persen dan dolar Australia melemah 6,72 persen. Sri Mulyani menyebut, ringgit dan baht juga melemah masing-masing 7,82 persen dan 4,39 persen.

"Ke depan langkah stabilitas nilai tukar rupiah terus diperkuat agar sejalan dengan nilai fundamentalnya dan untuk mendukung upaya pengendalian imported inflation," terang Sri Mulyani.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement