EKBIS.CO, JAKARTA -- Realisasi program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dinilai masih belum efektif. Dalam perkembangannya, penyaluran KUR disebut kurang berhasil menjangkau pelaku usaha mikro baru yang menjadi target sasaran program ini.
Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah melihat ada dugaan bank melakukan pengalihan debitur dari kredit komersil menjadi KUR. Bank menyalurkan KUR ke debitur lama yang sebelumnya menerima kredit komersil.
"KUR di dalam perkembangannya, saya melihat masih banyak masalah. Melihat tujuannya, praktik seperti ini tentu tidak baik," kata Piter, Kamis (16/11/2023).
Menurut Piter, selama ini bank penyalur KUR cenderung enggan mencari debitur baru. Untuk mencapai target penyaluran dan meminimalisir risiko, bank akhirnya menawarkan debitur lama untuk beralih dari kredit komersil ke KUR dengan bunga yang rendah.
Piter mengatakan, hal tersebut patut dicurigai melihat tingginya angka penyaluran KUR yang tidak diikuti dengan peningkatan rasio kredit UMKM terhadap total kredit. Menurut Piter, penyaluran KUR seharusnya dapat mendongkrak rasio kredit UMKM.
Perlu diketahui, jumlah debitur KUR terus mengalami peningkatan yang signifikan setiap tahunnya dari 2015 hingga 2022. Dari sisi nilai, penyaluran KUR sepanjang 2022 mencapai Rp 365,5 triliun, naik signifikan dari 2015 yang sebesar Rp 22,8 triliun.
"Harusnya rasio kredit UMKM terhadap total kredit perbankan naiknya juga sangat signifikan. Nyatanya saat ini kredit UMKM tidak kemana-mana, rasionya masih tidak bisa mencapai 20 persen dari total kredit perbankan," ujar Piter.
Untuk itu, menurut Piter, pemerintah perlu melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap program KUR ini. Piter mengatakan, kehadiran KUR ini tidak bisa menjawab permasalahan tingkat suku bunga tinggi yang selama ini menjadi kendala bagi UMKM.
"Evaluasi secara menyeluruh ini harus diawali dengan evaluasi terhadap permasalahan suku bunga tinggi yang menjadi penyakit kronis. Kalau bisa mengatasi suku bunga tinggi, KUR kan tidak perlu," kata Piter.
Piter menilai, bunga kredit perbankan Indonesia saat ini terlalu tinggi yang dicirikan oleh Net Interest Margin sangat tinggi jauh di atas rata-rata negara peer. Perbankan juga harus didorong lebih efisien yang ditunjukkan oleh rendahnya BOPO.