Rabu 28 Aug 2024 00:57 WIB

Sudah Berusia Sewindu, OJK Putar Otak Kembangkan Industri Penjaminan di Indonesia

Selama sewindu, industri penjaminan tumbuh positif.

Rep: Eva Rianti/ Red: Ahmad Fikri Noor
Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono.
Foto: Republika/Eva Rianti
Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono.

EKBIS.CO,  JAKARTA – Industri penjaminan telah hadir di Indonesia sejak delapan tahun yang lalu melalui amanat Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan. Selama sewindu, industri penjaminan tumbuh positif, namun masih berkontribusi rendah terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Menurut catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kontribusi industri penjaminan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 2,6 persen pada 2023. Angka tersebut masih rendah dibandingkan dengan negara-negara lainnya yang juga mengembangkan industri penjaminan.

Baca Juga

Misalnya saja dibandingkan dengan negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia yang angka outstanding penjaminannya masing-masing di angka 3,4 persen dan 5,1 persen. Selain itu juga dibandingkan dengan Jepang yang angkanya mencapai 7,3 persen dan Korea di level 7,4 persen.

Tercatat, per Juni 2024, aset industri penjaminan mencapai Rp 47,29 triliun, tumbuh 8,01 persen secara tahunan atau year on year (yoy). Dengan compound annual growth rate (CAGR) selama lima tahun terakhir sebesar 18,98 persen dari jumlah peserta industri penjaminan yang meng-cover 27,14 juta orang penjaminan.

Adapun outstanding penjaminan per Juni 2024 tercatat mencapai Rp 415,57 triliun, atau tumbuh 15,79 persen (yoy) dengan gearing ratio 22,26 kali.

“Namun, size Rp 47,29 triliun tersebut masih jauh dari harapan yang kita inginkan, kontribusi perusahaan penjaminan terhadap industri penjaminan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono dalam acara Peluncuran Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Industri Penjaminan Tahun 2024—2028 di Jakarta, Selasa (27/8/2024).

photo
Ilustrasi toko UMKM - (Dok Republika)

Ogi menjelaskan bahwa industri penjaminan memiliki peranan yang sangat penting dalam bertumbuhnya kondisi ekonomi masyarakat. Konkretnya bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang jumlahnya sangat besar di Indonesia.

Kehadiran industri penjaminan tak terlepas dari cerita sejarah, bahwa sejak krisis keuangan 1998 terjadi reformasi besar-besaran terhadap ekosistem sektor keuangan Indonesia. Salah satu yang didorong sejak itu adalah pertumbuhan dalam rangka memperkuat UMKM untuk mewujudkan struktur prekonomian yang lebih berkeadilan.

Industri penjaminan merupakan di antara yang berperan besar pada pengembangan dan pertumbuhan UMKM, melalui terbitnya UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan.

“Latar belakang penyusunan undang-undang itu adalah untuk menunjang kebijakan pemerintah untuk membantu sektor UMKM menghadapi salah satu kendalanya yaitu kendala pendanaan. Jadi, sudah delapan tahun undang-undang sudah diterbitkan, tetapi industri penjaminan perlu masih mendapatkan pengembangan lebih lanjut,” terangnya.

Setidaknya ada tiga peranan perusahaan penjaminan terhadap UMKM. Yakni memberikan akses pembiayaan dengan meningkatkan ketertarikan UMKM bagi lembaga pembiayaan, meningkatkan akses dan informasi bagi UMKM terhadap perkreditan atau pembiayaan, serta membangun kapasitas kredit dan manajemen risiko bagi UMKM.

Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, diperkirakan sektor UMKM mencapai lebih dari 64 juta unit usaha yang mayoritas usaha mikro. Jumlah tersebut diindikasikan berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional, baik dari jumlah serapan tenaga kerja maupun PDB.

Sayangnya, masih banyak UMKM yang mengalami kesulitan dalam memperoleh pendanaan ataupun pembiayaan sehingga kegiatan usahanya macet. Juga belum ‘melek’ mengenai peranan perusahaan penjaminan untuk memperoleh bantuan kredit dan pembiayaan. Tercatat, sejak 2019, posisi kredit UMKM di perbankan masih berada di kisaran 19—21 persen.

“Keterbatasan UMKM dalam mengakses sumber pembiayaan disebabkan karena ketidakmampuan dalam menyediakan jaminan, seperti agunan dan kendala administrasi yang terkait dengan kegiatan usahanya sehingga walaupun UMKM dinilai layak atau feasible, tapi belum bankable,” terang Ogi.

Oleh sebab itu, untuk mendorong pengembangan industri penjaminan sebagai upaya mendongrak UMKM, di tahun kedelapan ini OJK merilis peta jalan pengembangan dan penguatan industri penjaminan tahun 2024—2028.

Hal itu penting untuk di antaranya meningkatkan jumlah perusahaan penjaminan daerah. Sebab, Ogi menyebut, jumlah perusahaan penjaminan sejak terbitnya UU Nomor 1 tahun 2016 masih jauh dari harapan dimana total perusahaan penjaminan baru 18 dari 38 provinsi yang ada di Indonesia.

Dengan adanya peta jalan itu, diharapkan bisa menjadi ikhtiar dalam menghadapi berbagai tantangan struktural. Antara lain, keterbatasan kapasitas permodalan, ekosistem industri yang sampai saat ini belum lengkap, market confidence dari lembaga pembiayaan, serta literasi sektor UMKM terhadap keberadaan industri penjaminan.

“Dengan memperhatikan kondisi dan tantangan yang ada serta didukung oleh terbitnya Undang-Undang P2SK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan), maka perlu adanya peta jalan dari pengembangan dan penguatan industri penjaminan,” terangnya.

Ada beberapa pilar utama dalam keberjalanan peta jalan industri penjaminan. Yakni fase penguatan fondasi pada 2024—2025, lalu fase konsolidasi dan menciptakan momentum pada 2026—2027. Dan fase terakhir adalah fase penyesuaian dan pertumbuhan yang lebih sehat pada 2028.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement