EKBIS.CO, SAN FRANCISCO -- Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva menyatakan pertemuan pekan ini antara Presiden AS Joe Biden dan Presiden Cina Xi Jinping merupakan sinyal yang sangat dibutuhkan bahwa dunia perlu lebih banyak bekerja sama.
“Ini mengirimkan sinyal ke seluruh dunia bahwa kita harus menemukan cara untuk bekerja sama dalam menghadapi tantangan-tantangan yang tidak dapat dicapai oleh satu negara pun,” kata Georgieva saat sebuah wawancara di sela-sela KTT Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik dilansir dari laman Reuters, Ahad (19/11/2023).
Menurut Georgieva pertemuan Biden-Xi menjadi hal penting saat fragmentasi geo-ekonomi. Hal ini semakin mendalam dengan konsekuensi negatif terhadap prospek percepatan pertumbuhan.
Biden dan Xi sepakat membuka hotline kepresidenan, melanjutkan komunikasi antar militer dan berupaya membatasi produksi fentanil, yang menunjukkan kemajuan nyata dalam pembicaraan tatap muka pertama mereka dalam setahun. Pertemuan tersebut tidak mengubah serangkaian pembatasan perdagangan dan investasi yang didorong oleh keamanan nasional antara dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia.
Namun Georgieva mengatakan dimulainya kembali komunikasi merupakan hal yang penting di tengah ketidakpastian perekonomian global. Georgieva menyatakan mencairnya hubungan AS-Tiongkok mempunyai dampak positif terhadap para pemimpin di KTT APEC.
"Kesimpulan utamanya bahwa semangat kerja sama terbukti lebih kuat. Dan dunia memang membutuhkannya," kata Georgieva.
Georgieva menyatakan kebangkitan komunikasi AS-Tiongkok juga akan membantu mendorong kerja sama dalam menghadapi tantangan global, terutama perubahan iklim, dengan konferensi iklim COP28 yang akan dimulai pada akhir November. Menurutnya keterlibatan AS-Tiongkok juga akan menjadi faktor penting dalam negosiasi reformasi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), termasuk pemulihan sistem penyelesaian perselisihannya. Para menteri WTO akan bertemu pada Februari di Uni Emirat Arab.
Genosida Israel dengan dalih melawan Hamas terus menimbulkan dampak yang menghancurkan bagi penduduk dan perekonomian Gaza, dampak yang parah terhadap perekonomian Tepi Barat.
"Hal ini juga memberikan tekanan pada negara-negara tetangga seperti Mesir, Lebanon dan Yordania, yang mengalami penurunan pariwisata dan kenaikan harga bahan bakar," kata Georgieva.
Israel juga akan mengalami perlambatan ekonomi karena hampir delapan persen tenaga kerjanya dialihkan ke dinas militer. Bagi Mesir, IMF secara serius mempertimbangkan kemungkinan penambahan program pinjaman negara sebesar tiga miliar dolar AS, karena kesulitan ekonomi yang ditimbulkan oleh genosida Israel.
Saat ini tim staf IMF mengadakan konsultasi virtual dengan pihak berwenang Mesir mengenai program tersebut. Menurutnya perang Israel-Hamas memiliki dampak yang sangat kecil terhadap perekonomian global karena kenaikan harga energi tidak signifikan. Namun dampaknya dapat bertambah jika genosida berkepanjangan.
“Kita sudah melihat dampak antisemitisme dan Islamofobia, yang menimbulkan dampak buruk di seluruh dunia. Semakin cepat perang ini berakhir, semakin baik,” kata Georgieva.
Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan dalam pertemuan pekan lalu dengan mitranya dari Tiongkok bahwa hasil utama dari keterlibatan ekonomi AS-Tiongkok merupakan dukungan Beijing terhadap peningkatan 50 persen sumber daya berbasis kuota IMF, tanpa peningkatan segera dalam kepemilikan saham Tiongkok.
Georgieva mengatakan penting bagi IMF segera mulai mengubah formula kepemilikan sahamnya guna meningkatkan keterwakilan negara-negara berkembang yang tumbuh pesat. "Dunia membutuhkan IMF yang kuat secara finansial, dan itu juga sah," kata Georgieva.