EKBIS.CO, JAKARTA -- Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memprediksi laju nilai tukar rupiah berada level Rp 15.500 per dolar AS pada 2024. Proyeksi ini mempertimbangan suku bunga acuan The Fed yang masih ditahan level tertinggi sampai dengan pertengahan tahun depan.
Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto mengatakan, target tersebut juga mempertimbangkan moderatnya laju investasi tahun pemilihan umum. Selain itu, ada pula risiko capital outflow yang masih bisa terjadi, seiring semakin menipisnya peningkatan harga komoditas global sebagai bagian pundi-pundi ekspor.
"Pada 2024, nilai tukar Rp 15.500 dolar AS, di atas asuamsi makro 2024. Tantangan sudah jelas, arah Fed Fund Rate masih akan bertahan tinggi sampai pertengahan tahun depan, sehingga memberikan dinamika ekonomi ditambah juga dinamika pemilu," ujar Eko saat acara Proyeksi Ekonomi Indonesia 2024, Rabu (6/12/2023).
Pemerintah menetapkan laju nilai tukar rupiah berada level Rp 15.000 per dolar AS dalam nota keuangan APBN 2024. Menurut Eko, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada 2024 diperkirakan melemah dibandingkan kinerja rupiah terhadap dolar AS pada tahun ini.
Rata-rata kurs tengah JISDOR/Jakarta Interbank Spot Dollar Rate sebagai kurs referensi perdagangan valuta asing pada 2 Januari sampai 4 Desember 2023 menunjukkan nilai sebesar Rp 15.235 per dolar AS. Menurutnya kinerja kurs ini terdepresiasi jika dibandingkan asumsi makro APBN 2023 dipatok sebesar Rp 14.800 per dolar AS.
"Dengan kata lain, nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar Rp 435 dibandingkan asumsi makro APBN, ini menggambarkan cukup besar tekanan terhadap nilai tukar terutama peningkatan suku bunga acuan The Fed yang terjadi beberapa kali sepanjang 2023 dan mendorong terjadinya capital outflow," kata Eko menjelaskan.
Ke depan Indef memprediksi pada 2024 kemungkinan The Fed masih akan menahan suku bunga acuan sampai pertengahan tahun depan, meskipun ekonomi AS mencapai perbaikan. Hal ini akan berimbas pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia, karena suku bunga acuan The Fed menjadi referensi kebijakan moneter seluruh dunia yang masih berada level tinggi.
"Kondisi ini akan membuat tekanan rupiah meningkat dan memerlukan penanganan stabilitas nilai tukar yang lebih intens semester II 2024, terlebih dari sisi implementasi penyerapan DHE mendorong pasokan valuta asing dalam negeri yang sejauh ini belum banyak berdampak terhadap peningkatan cadangan devisa yang merupakan bantalan utama menghadapi tekanan nilai tukar," tutur Eko.