EKBIS.CO, JAKARTA -- Biaya pengiriman kargo melalui Laut Merah telah meningkat hingga puluhan ribu dolar dalam beberapa hari terakhir. Hal itu dipicu penargetan kapal-kapal yang terkait Israel atau menuju pelabuhan Israel oleh kelompok Houthi Yaman. Tindakan tersebut merupakan bentuk dukungan Houthi atas perlawanan Palestina.
Menurut salah satu sumber, adanya penambahan biaya ini menambah tekanan pada rantai pasokan negara tersebut di tengah perang di Gaza. Padahal, selama ini perekonomial di Israel sangat bergantung pada perdagangan lewat jalur laut.
Dikutip dari Reuters, pada Oktober lalu Israel menyatakan akan memberikan kompensasi kepada kapal-kapal yang rusak akibat perang melawan pejuang Hamas. Namun, Israel belum memastikan apakah pihaknya akan menanggung biaya pengiriman tambahan.
Kelompok Houthi di Yaman yang juga didukung Iran telah mengintensifkan serangan terhadap kapal-kapal di Laut Merah untuk menunjukkan dukungan kepada pejuang Hamas. Akibatnya, beberapa perusahaan pelayaran merespons dengan mengubah rute pelayaran ke Tanjung Harapan di Afrika Selatan, atau menangguhkan pelayaran melalui Laut Merah.
"Houthi telah memperluas sasaran target mereka, mereka yang berafiliasi dengan Israel dicirikan dari bendera, kepemilikan, operator dan manajemen hingga perjalanan kapal menuju Israel," kata Perusahaan Keamanan Maritim Inggris Ambrey dalam sebuah catatan Senin kemarin, dikutip Reuters, Rabu (20/12/2023).
Ambrey menambahkann, kelompok Houthi dan pendukungnya dari Iran secara keliru mentargetkan kapal-kapal yang sebenarnya tak berhubungan dengan Israel. Akibatnya, tarif angkutan laut ke Israel dari berbagai pelabuhan melambung tinnggi harganya.
Platform pengangkutan global Freightos mengungkapkan, tarif angkutan laut ke Israel dari berbagai pelabuhan Cina naik menjadi lebih dari 2.300 dolar AS atau setara Rp 35,64 juta untuk kontainer berukuran 40 kaki pada 12 Desember lalu. Sebelumnya, tarif pada akhir November adalah sekitar 1.975 dolar AS atau sekitar Rp 30,61 juta.
CEO Freightos Zvi Schreiber mengatakan, kenaikan tarif ini lantaran rute pelayaran yang jadi jauh lebih panjang akibat mengelilingi Afrika yang sekitar 7.000 mil laut. Rute ini juga memerlukan waktu 10-14 hari dibandingkan melalui Terusan Suez.
"Rute ini juga memerlukan biaya bahan bakar yang lebih besar. Sejak awal perang, tarif pelayaran dari China ke pelabuhan Israel sudah naik 46 persen–58 persen," kata Schreiber.
Kenaikan tarif ini pun menyebabkan grup pelayaran kontainer Taiwan Evergreen Line untuk memutuskan untuk sementara berhenti menerima kargo Israel. Perusahaan kontainer OOCL yang berkantor pusat di Hong Kong itu mengatakan penghentian sementara lantaran adanya masalah operasional. Perusahaan lainnya, seperti A.P. Moller-Maersk dari Denmark juga menyatakan akan mengenakan "biaya tambahan risiko darurat" untuk semua kargo yang diturunkan di terminal Israel.
Kondisi ini pun membuat perusahaan kontainer Israel, Zim, ketar-ketir sebab ancaman yang terus meningkat telah melambungkan biaya tambahan yang lebih tinggi yang harus ditanggung kapal-kapalnya, termasuk tarif masuk pelabuhan-pelabuhan Israel dari Asia. Ia mengatakan, tarif baru ini sangat diperlukan untuk mempertahankan tingkat layanannya.
"Ini mencerminkan langkah-langkah yang kami ambil untuk menjamin keselamatan awak, kapal, dan kargo pelanggan kami", kata Zim.
Menurut sumber dari industri pelayaran, sebagian besar kapal-kapal yang masih ingin berlabuh di pelabuhan Israel di Ashdod Israel selatan dan Haifa Israel utara, memilih untuk mematikan transponder pelacakannya. Hal itu dilakukan untuk menghindari deteksi, kata sumber industri pelayaran.
"Operator kapal yang telah menelepon atau berencana menelepon, pelabuhan-pelabuhan Israel harus membatasi akses informasi. Informasi yang dipublikasikan dapat digunakan oleh Houthi," kata sebuah asosiasi pelayaran global.