Per bulan ini, sejumlah perusahaan menarik kembali rencana-rencana mereka sebelumnya. Perusahaan Renault dari Prancis misalnya, membatalkan rencana mereka untuk melisting saham bisnis mobil listrik mereka, Ampere, karena kondisi pasar saham yang lesu.
Selain produsen mobil, melesunya permintaan terhadap mobil listrik juga turut mempengaruhi supplier atau pemasok. Pemasok CATL dari Cina contohnya, mengalami penurunan tajam pada pertumbuhan keuntungan mereka di 2023 bila dibandingkan tahun lalu.
Seperti diketahui, CATL merupakan produsen baterai mobil listrik terbesar di Cina. Meski begitu, mereka harus menghadapi sejumlah tantangan, seperti kehadiran pesaing-pesaing lain dan melambatnya permintaan baterai mobil listrik di Cina yang merupakan pasar mobil listrik terbesar di dunia.
Hal serupa juga diungkapkan oleh produsen baterai mobil listrik terbesar kedua di Cina, BYD. Perusahaan ini menyatakan bahwa pertumbuhan keuntungan mereka di 2023 lebih lambat bila dibandingkan 2022.
"Momentum mobil listrik global sedang macet. Pasar saat ini kelebihan pasokan dibandingkan permintaan," ujar analis dari Morgan Stanley, Adam Jonas.
Jerman juga menjadi negara yang mengalami penurunan angka penjualan mobil listrik dan mobil hibrida. Penurunan ini mencapai 16 persen pada 2023 dan diprediksi akan kembali menurun sebanyak 9 persen pada tahun ini.
Terlepas dari itu, produksi mobil listrik di Jerman diprediksi akan mengalami peningkatan sebesar 19 persen pada 2024 menjadi 1,45 juta kendaraan. Banyak dari kendaraan tersebut yang dibuat untuk diekspor.