Perang Israel di Gaza kini memasuki bulan keempat. Aksi boikot menyertai operasi militer ini terhadap perusahaan pro-Israel. Dampaknya, banyak warga dunia banyak yang ganti produk alternatif atau perusahaan pro-Israel itu jadi sepi konsumen.
Di sisi lain, laju roda perekonomian di Israel juga tersendat. Banyak industri menghentikan bisnis mereka meski ada pula yang memperoleh investasi baru. Sejak Oktober, Israel menyubsidi gaji sekitar 360 ribu orang yang dilaporkan dikerahkan untuk jadi pasukan cadangan.
Mereka diterjunkan ke Gaza. Laman Aljazirah dalam laporannya, Sabtu (27/1/2024) lalu mengungkapkan, kebanyakan dari pasukan cadangan ini merupakan pekerja di industri berteknologi tinggi di sektor keuangan, kecerdasan buatan (AI), farmasi, dan pertanian.
Pada November 2023, Bank of Israel menyampaikan efek mendasar sebesar 53 miliar dolar AS dan menurunkan estimasi pertumbuhan ekonomi menjadi 2 persen untuk 2023 dan 2024 dari semula target angka pertumbuhan 2,3 persen dan 2,8 persen.
Sebulan kemudian, Kementerian Keuangan Israel menyatakan perang Israel ini akan memakan biaya sekitar 13,8 miliar dolar AS pada kuartal pertama 2024 jika fase serangan terus yang dilakukan militer terus berlangsung intensif.
Di tengah paparan ongkos akibat perang yang diungkapkan, para pakar melihat bagaimana bisnis berlangsung. Salah satu industri yang terus berjalan baik adalah sektor teknologi tinggi. Sektor ini tumbuh paling cepat dalam beberapa tahun terakhir.
Saat ini sektor tersebut menyumbang hampir 20 persen dari produk domestik bruto dan membuka lapangan kerja hingga 14 persen. Sejak perusahaan rintisan meledak pada 1990-an, Israel bertekad menjadi pusat teknologi terbesar di dunia. Silicon Valley masih yang pertama.