EKBIS.CO, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan Peraturan OJK (POJK) Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan hadir untuk melindungi dua belah pihak antara konsumen dan Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK).
Kepala Departemen Perlindungan Konsumen OJK Rudy Agus P. Raharjo mengatakan, POJK Pelindungan Konsumen terbaru ini lahir untuk menyeimbangkan pengaturan perlindungan terhadap konsumen sekaligus mendorong PUJK agar bisa berkembang dengan baik.
“Ini straight and right balance. PUJK bisa berkembang dengan baik, tapi sisi lain dapat melindungi konsumen dan masyarakat,” ungkapnya dalam acara Hitam Putih Bisnis Bank dan Multifinance Pasca-POJK Pelindungan Konsumen Nomor 22/2023 di channel InfobankTV, dikutip Jumat (23/2/2024)
Oleh karenanya, dia menekankan bahwa PUJK harus berperan aktif dan lebih selektif saat melakukan verifikasi data peminjam. Tujuannya, agar tidak terjadi risiko gagal bayar.
“Jangan sampai, debitur nakal ini bisa dilayani karena kalau itu terjadi akan ada risiko di belakangnya,” katanya.
Menurutnya, dalam POJK Nomor 22 Tahun 2023 Pelindungan Konsumen dijelaskan bahwa debitur nakal tidak akan dilindungi.
Hal tersebut merujuk pada pasal 6 POJK Nomor 22 Tahun 2023 yang disebutkan bahwa PUJK berhak mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
“Di pasal tersebut disebutkan contoh yang tidak baik dari konsumen seperti memberikan informasi atau dokumen tidak jelas, tidak akurat, salah dan menyesatkan,” jelasnya.
Selain itu, konsumen juga menolak melaksanakan kewajiban sebagai tercantum dalam perjanjian menggunakan cara ancaman atau kekerasan, konsumen mengalihkan barang menjadi agunan pada produk kredit atau pembiayaan tanpa merujuk dari POJK.
“Ini sebenarnya juga diatur dalam UU Jaminan Fidusia yang di mana kita bisa melakukan tindakan hukum lebih lanjut dan konsumen nakal,” ungkapnya.
Di kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno menilai POJK Nomor 22 Tahun 2023 bertujuan memperkuat perlindungan konsumen dan masyarakat, sekaligus menjaga stabilitas industri, tapi tidak melindungi debitur-debitur nakal.
“Nah masyarakat juga harus bersama-sama memerangi debitur yang tidak beritikad baik, karena kenapa? Ekonomi kita sangat bergantung kepada orang-orang baik, kami punya data 97-98 persen debiturnya baik, jangan sampai yang 2 persen ini teriak-teriak merasa dilindungi, merasa dia lebih hebat udah minjem dana ngga mau bayar,” tegasnya.
Sementara Ketua Bidang Pengembangan Kajian Hukum & ESG Perbanas Fransiska Oei lebih menekankan, pada pasal 6 dan 7 dalam POJK Pelindungan Konsumen yang menyebutkan bahwa PUJK berhak mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
“Misalnya konsumen tidak melakukan membayar pada waktunya atau konsumen yang mengalihkan agunan tanpa persetujuan PUJK. Tentunya ini adalah konsumen yang sepatutnya tidak dilindungi oleh POJK ini,” tegasnya.
Padahal, sepanjang nasabah beritikad baik, lanjutnya, pihak perbankan tentunya akan melakukan restrukturisasi dengan pihak nasabah untuk menyelesaikan kewajibannya sesuai dengan kemampuan.
“Contohnya waktu pandemi, kita mengerti kesulitan yang dihadapi nasabah kami. Oleh sebab itu, penyelesaiannya bisa dari kedua belah pihak setuju,” ungkapnya.
Di sisi lain, menurut Presiden Direktur CIMB Niaga Finance Ristiawan Suherman aturan POJK Pelindungan Konsumen ini perlu disosialisasikan dan memberikan pemahaman ke masyarakat atau nasabah.
“Jadi, kalau bermasalah dengan pembiayaannya bisa datang ke perusahaan pembiayaan untuk mencari solusi, bukan mencari solusi dengan pihak yang tidak bertanggng jawab. Eksekusi jaminan fidusia masih tetap berlaku dan masih tetap kita pergunakan bagi nasabah yang beritikad tidak baik,” katanya.