Pada Februari 2024, outstanding kredit restrukturisasi Covid-19 telah menurun signifikan menjadi Rp 242,80 triliun yang diberikan kepada 977 ribu debitur. Dian mengatakan data pada puncak Covid-19, jumlah kredit restrukturisasi mencapai sekitar Rp 900 triliun.
“Jumlah debitur juga sudah menurun tinggal 977 ribu padahal puncak Covid-19 ada sekitar delapan juta terdampak Covid-19,” tutur Dian.
Di sisi lain seiring kondisi pandemi yang mereda dan status pencabutan pandemi, Dian mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia di seluruh sektor juga kembali pulih dengan pertumbuhan 5,04 persen pada 2023. Selanjutnya untuk memastikan normalisasi kebijakan tersebut, Dian menegaskan, bank tetap dapat melanjutkan restrukturisasi Covid-19 yang sudah berjalan.
"LIni akan diserahkan kepada kebijakan masing-masing. Kami tidak akan mengeluarkan aturan khusus,” ujar Dian.
Permintaan restruk kredit baru dapat mengacu kepada kebijakan normal POJK Nomor 40 Tahun 2019 tentang kualitas aset. Setelah dihapusnya program fasilitas restruk Covid-19 ini, Dian mengharapkan integritas laporan keuangan perbankan bisa semakin baik dan dapat sepenuhnya mengacu pada praktik terbaik.
“Hal ini seiring dengan hal tersebut juga OJK melakukan pengawasan untuk memastikan di setiap kesiapan bank secara individu,” ungkap Dian.
OJK menilai kondisi perbankan Indonesia saat ini memiliki daya tahan yang kuat dalam menghadapi dinamika perekonomian dengan didukung oleh tingkat permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, dan manajemen risiko yang baik. Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyampaikan hal tersebut juga didukung oleh pemulihan ekonomi yang terus berlanjut dengan tingkat inflasi yang terkendali dan tumbuhnya investasi.
Sejalan dengan hal tersebut sejak diterbitkannya Keppres Nomor 17 Tahun 2023 pada Juni 2023 yang menyatakan status pandemi Covid-19 di Indonesia dinyatakan telah berakhir, aktivitas ekonomi masyarakat terus meningkat. “Berbagai indikator pada Januari 2024 menunjukkan perbankan Indonesia dalam kondisi yang baik,” kata Mahendra.
Mahendra menyatakan, hal tersebut tercermin dari rasio kecukupan modal (CAR) pada level 27,54 persen, kondisi likuiditas yang ditunjukkan oleh Liquidity Coverage Ratio (LCR) sebesar 231,14 persen dan Alat Likuid/Non Core Deposit (AL/NCD) sebesar 123,42 persen serta tingkat rentabilitas yang memadai.
“Hal ini diharapkan dapat menjadi bantalan mitigasi risiko yang solid di tengah kondisi perekonomian global yang masih tidak menentu. Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga di bawah threshold lima persen yaitu NPL Gross sebesar 2,35 persen dan NPL Nett sebesar 0,79 persen,” tutur Mahendra.