EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan menghapus status 17 bandara internasional dan diubah menjadi bandara domestik. Ketua Umum Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) Denon Prawiraatmadja mengungkapkan terdapat keuntungan dengan adanya pengurangan jumlah bandara internasional di Indonesia yakni dapat meningkatkan konektivitas transportasi udara nasional.
"Jika sebelumnya dengan banyaknya bandara internasional pola penerbangan adalah point to point maka dengan dikuranginya bandara internasional pola penerbangan nasional akan kembali kepada pola hub and spoke," kata Denon dalam pernyataan tertulisnya, Senin (29/4/2024).
Dengan begitu, Denon menyebut nantinya akan terjadi peningkatan konektivitas transportasi udara dan terjadi pemerataan pembangunan nasional. Menurutnya, dengan menggunakan pola hub and spoke akan terjadi pemerataan pembangunan dari kota kecil hingga kota besar.
"Dengan pola hub and spoke bandara di kota kecil akan hidup dan menjadi penyangga (spoke) bagi bandara di kota yang lebih besar (sub hub). Dari bandara sub hub itu akan menjadi penyangga bandara hub yang kemudian menghubungkan penerbangan ke luar negeri sebagai bandara internasional. Dengan demikian semua bandara dapat hidup, konektivitas penerbangan terbangun dan terjadi pemerataan pembangunan," jelas Denon.
Pada pola hub and spoke, selain terjadi konektivitas transportasi udara dan meningkatkan pemerataan pembangunan maka bisnis penerbangan nasional juga akan lebih meningkat. Selain itu juga akan menjadi lebih efektif dan efisien sehingga diharapkan dapat meningkatkan pelayanan terhadap penumpang.
"Hal tersebut akan berbanding terbalik jika banyak bandara yang bersifat internasional karena akan lebih banyak terjadi penerbangan internasional daripada penerbangan domestik sehingga konektivitas nasional tidak terbangun," ungkap Denon.
Dia menjelaskan, penerbangan point to point internasional selama ini juga lebih menguntungkan maskapai luar negeri. Menurut Denon, maskapai luar negeri menggunakan pola hub and spoke di negaranya dan hanya mengambil penumpang di Indonesia sebagai pasar tapi tidak menimbulkan konektivitas nasional.
Selain itu dengan banyaknya bandara internasional juga rawan dari sisi pertahanan dan keamanan. Kondisi tersebut membuka banyak pintu masuk ke Indonesia di mana semua pintu tersebut harus dijaga.
Jika penerbangan internasional di bandara tersebut sangat sedikit, Denon menilai akan menjadi tidak efektif dan efisien karena harus disediakan sarana dan personel Custom, Immigration and Quarantine. Begitu juga disediakan oleh komite FAL serta hal-hal lain yang menjadi persyaratan bandara internasional.
"Penataan jumlah bandara internasional oleh pemerintah juga sudah adil karena bandara yang status penggunaannya domestik pada prinsipnya tetap dapat melayani penerbangan luar negeri untuk kepentingan tertentu secara temporer seperti untuk kenegaraan, kegiatan atau acara yang bersifat internasional, embarkasi dan debarkasi haji, menunjang pertumbuhan ekonomi nasional seperti industri pariwisata dan perdagangan dan penanganan bencana," jelas Denon.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi merilis Keputusan Menteri Nomor 31 Tahun 2024 (KM 31/2004) pada 2 April 2024 mengenai Penetapan Bandar Udara Internasional dengan sekarang hanya 17 bandara internasional. Menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub, pada periode operasional 2015 sampai 2021, sebanyak 34 bandara internasional hanya beberapa saja yang melayani penerbangan niaga ke luar negeri.
Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan tujuan pencabutan status internasional pada 17 bandara tersebut demi mendorong sektor penerbangan nasional yang sempat terpuruk akibat pandemi Covid-19. "Keputusan Menteri Perhubungan nomor 31/2024 ini dikeluarkan dengan tujuan untuk melindungi penerbangan internasional pasca pandemi dengan menjadikan bandara sebagai hub atau pengumpan internasional di negara sendiri," kata Adita, Ahad (28/4/2024).
Berikut daftar 17 bandara yang dicabut status internasionalnya:
1. Bandara Maimun Saleh, Sabang.
2. Bandara Sisingamaraja XII, Silangit, Sumatra Utara.
3. Bandara Raja Haji Fisabilillah, Tanjung Pinang, Kepupulauan Riau.
4. Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang, Sumatraa Selatan.
5. Bandara Raden Inten II, Bandar Lampung, Lampung.
6. Bandara H.A.S Hanandjoeddin Tanjung Pandan, Bangka Belitung.
7. Bandara Husein Sastranegara, Bandung, Jawa Barat.
8. Bandara Adi Sutjipto, Sleman, DIY.
9. Bandara Jenderal Ahmad Yani, Semarang, Jawa Tengah.
10. Bandara Adi Soemarno, Solo, Jawa Tengah.
11. Bandara Banyuwangi, Banyuwangi, Jawa Timur.
12. Bandara Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat.
13. Bandara Juwata, Tarakan, Kalimantan Utara.
14. Bandara Syamsuddin Noor, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
15. Bandara El Tari, Kupang, NTT.
16. Bandara Pattimura, Ambon, Maluku.
17. Bandara Frans Kaiseipo, Biak, Papua.