Kamis 02 May 2024 15:50 WIB

OJK: Ada 1,36 Juta Agen Laku Pandai dari 34 Bank di Indonesia

OJK harap agen Laku Pandai ikut edukasi masyarakat agar melek keuangan dengan benar.

Red: Fuji Pratiwi
Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Aman Santosa
Foto: Republika/ Rahayu Subekti
Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Aman Santosa

EKBIS.CO, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatatkan ada 1,36 juta agen laku pandai dari 34 bank di 512 dari 514 kabupaten/kota seluruh Indonesia.

"Desa di Indonesia ada sekitar 80 ribu lebih. Artinya, (secara) rata-rata, sebenarnya di setiap desa itu sudah ada sekitar 15-16 agen laku pandai. Ini jumlah yang sangat besar," kata Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Aman Santosa dalam peluncuran Laporan "State of the agent networks, Indonesia 2023" oleh MicroSave Consulting (MSC) di Pullman Thamrin Hotel Jakarta, Kamis (5/2/2024).

Baca Juga

Selain itu, total Basic Saving Account (BSA) tercatat sebanyak 27,8 juta dengan dana yang terhimpun mencapai Rp 1,4 triliun. Kemudian jumlah penyelenggara kredit yang menggunakan agen sudah mencapai lebih dari 320 ribu dengan nominal penyaluran sebesar lebih dari Rp 2 triliun.

"Mengapa kami menyambut baik dan berbangga dengan riset ini? Karena OJK dan kementerian terkait sedang gencar-gencarnya meningkatkan literasi dan inklusi keuangan," ucapnya.

Berdasarkan riset terakhir dari OJK, tingkat literasi keuangan di Indonesia telah mencapai 65 persen dan inklusi keuangan 88 persen. Artinya, ada celah yang cukup jauh antara tingkat literasi dan inklusi keuangan.

Karena itu, diharapkan agen laku pandai sebagai aktor penting yang sudah lama hadir di hampir setiap desa agar dapat mempercepat gerakan mencerdaskan masyarakat dalam menggunakan produk-produk jasa keuangan.

"Tentunya kita tidak ingin masyarakat terinklusi, tetapi tidak berkualitas," ujarnya.

Aman menjelaskan, tidak berkualitas itu artinya mereka bisa saja menggunakan produk jasa keuangan dari lembaga yang legal, tetapi mereka belum butuh, belum perlu, lalu disalahgunakan. Apalagi, menggunakan produk jasa keuangan yang tidak dinaungi oleh OJK, yang ilegal.

 

 

sumber : ANTARA
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement