EKBIS.CO, JAKARTA -- Diperkirakan lebih dari 1,2 juta trafo digunakan oleh industri di Indonesia. Namun dari hasil project fase 1 ternyata baru ribuan unit trafo saja yang telah diuji kandungan PCBs (Polychlorinated Biphenyls)-nya.
Untuk mendorong optimalisasi identifikasi dan pengelolaan PCBs di Indonesia, KLHK bekerjasama dengan UNIDO telah melaksanakan workshop tentang PCBs Senin, 20 Mei 2024 di Jakarta.
Kegiatan yang diikuti puluhan industri besar tersebut dibuka oleh Dirjen Pengelolaan Sampah dan Limbah Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Dr. Rosa Vivien Ratnawati.
"Saat ini kita patut bangga, Indonesia telah memiliki fasilitas clean technology (teknologi bersih) pemusnahan PCBs non-thermal yang ramah lingkungan. Fasilitas yang telah beroperasi ini ada di PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) selaku Operating Entity yang ditunjuk oleh pemerintah," ungkap Vivien.
Yang tak kalah pentingnya, lanjut salah satu dirjen di bawah Kementerian yang dipimpin Siti Nurbaya tersebut bahwa di antara faktor pendorong terkelolanya limbah PCBs adalah munculnya suatu ekosistem yang memungkinkan tersedianya support system bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki komitmen terhadap pengelolaan PCBs, yaitu one-stop PCBs management solution yang dimotori oleh PPLI.
"Hingga saat ini jumlah limbah PCBs yang telah diolah pada fasilitas yang berada di PPLI sebanyak 228 ton. Jumlah tersebut berasal dari tujuh perusahaan, yaitu sektor energi di antaranya tiga unit induk distribusi PT PLN, sektor manufaktur ada Goodyear Indonesia, Suzuki Indomobil Motor, dan Katolec Indonesia. Sedangkan dari sektor jasa ada Petrokimia Gresik. Kami mengharapkan agar perusahaan yang menghasilkan PCBs untuk dapat mulai melakukan inventarisasi dan identifikasi PCBs yang dimilikinya," tandasnya.
Vivien berharap kegiatan ini mampu menggalang dukungan industri dalam upaya implementasi program nasional Indonesia bebas PCBs, 2028. "Dalam momentum ini kita tegaskan bahwa pengolahan PCBs akan masuk dalam bagian persyaratan meraih proper, (penilaian kinerja perusahaan untuk lingkungan)" imbuhnya.
Kegiatan ini, lanjut Vivien selain dihadiri puluhan perusahaan, turut diundang beberapa NGO lingkungan, unsur pemerintah, kalangan kampus serta utusan lembaga-lembaga internasional.
Menambahkan yang disampaikan Vivien, Direktur PB3 KLHK, Ari Sugasri mengingatkan agar dibuat roadmap untuk bagaimana kedepannya pengelolaan PCBs.
Dengan akan dimasukkannya PCBs dalam kriteria Proper, Ari menyampaikan bahwa kebijakan Proper tersebut saat ini masih dalam proses di biro hukum. Aspek penilaian proper tersenut meliputi identifikasi dan pengelolaan PCBs.
Di tempat yang sama, UNIDO Representative for Indonesia and Timor-Leste, Marco Kamiya mengungkapkan dana hibah dari Global Enviromental Fund (GEF) untuk program ini mencapai US 6 juta dolar pada fase pertama. "Kami optimistis 2028 Indonesia bebas PCBs," ujarnya dalam bahasa inggris saat ditanya wartawan.
Dalam laman resmi KLHK dijelaskan PCBs sendiri adalah senyawa yang sangat berbahaya dan beracun dan bersifat persisten yang saat ini masih terdapat pada trafo dan kapasitor listrik, terutama dalam kandungan minyak dielektrik (oli) di dalam kedua peralatan tersebut. PCBs telah terbukti menyebabkan berbagai jenis kanker (karsinogenik), kerusakan syaraf, gangguan sistem pencernaan, memicu kemandulan dan ketidakseimbangan hormon. Dalam dosis yang tinggi, PCBs dapat menyebakan kematian dan keracunan massal sebagaimana yang terjadi di Jepang pada tahun 1968.
PCBs mampu mencemari tanah, air dan udara mulai dari puluhan tahun hingga waktu yang tidak diketahui karena tidak dapat hancur secara alami. PCBs juga mencemari rantai makanan karena bersifat bioakumulatif dan biomagnifikasi. Penelitian yang dilakukan oleh sejumlah peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta Kementerian LHK mengungkap cemaran PCBs di Sungai Citarum, Ciliwung dan Cisadane. PCBs telah mencemari puluhan jenis ikan konsumsi di sungai dan pesisir laut Indonesia.