Sementara itu, Head of Risk Southeast Asia Visa Louis Smith mengingatkan bahwa terdapat sembilan modus ancaman siber dari tiga kelompok besar kejahatan digital yang patut diwaspadai masyarakat, khususnya pelaku jasa keuangan dan perbankan.
Kelompok pertama terkait dengan penipuan (fraud), yang modusnya berupa rekayasa sosial (social engineering), pembobolan informasi pribadi (enumeration attacks), manipulasi token atau pengenal digital (token provisioning), serta peretasan menggunakan software jahat (skimming and malware).
Selanjutnya kelompok kedua terkait dengan pencucian uang hasil kejahatan dan pendanaan terorisme. Modus kejahatannya antara lain menyembunyikan, memindahkan, dan menggunakan uang hasil tindak pidana menggunakan transaksi perdagangan yang sah (money laundering) serta pengambilalihan akun seseorang atau entitas untuk menguasai asetnya (account takeover).
Kemudian kelompok ketiga masuk kategori serangan siber (cyber attack). Modus kejahatannya meliputi pelanggaran data rahasia (data breaches), serangan yang menyebabkan kegagalan layanan atau denial-of-service (DDoS) attack, serta mengunci data pelanggan perusahaan atau lembaga untuk kemudian diperjualbelikan (ransomware).
“Saya pikir itu adalah ancaman yang besar dan saat ini kita berbicara tentang betapa mudahnya anda sebagai konsumen menjadi sasaran,” kata Louis.
Terakhir, dia juga mengingatkan setiap perusahaan yang sering menjadi target serangan siber dan pelanggaran data, terutama bank, penting untuk membentuk tim keamanan siber dan anti-fraud yang bisa saling berkolaborasi dan menyusun strategi pengamanan yang dapat menangkal berbagai risiko kejahatan keuangan digital.