EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Koperasi dan UKM mengungkapkan, 50 persen impor tekstil dari China tidak tercatat masuk di Indonesia, dan diperkirakan telah merugikan negara triliunan rupiah. Plt Deputi Bidang Usaha Kecil Menengah Kemenkop UKM Temmy Setya Permana mengatakan, potensi tersebut terlihat dari ketidaksesuaian antara nilai angka ekspor China ke Indonesia dan nilai angka impor Indonesia dari China.
“Terdapat selisih yang besar pada HS Code pakaian jadi (61-63). Data ekspor China ke Indonesia hampir 3 kali lipat lebih besar dari impor Indonesia dari China,” kata Temmy dalam diskusi media di Jakarta, Selasa.
Berdasarkan data Trademap yang diolah oleh Kemenkop UKM, potensi nilai produk tekstil China ke Indonesia yang tidak tercatat mencapai Rp 29,5 triliun pada 2022. Kemudian pada 2021, potensi nilai tersebut mencapai Rp 29,7 triliun.
Sementara itu, merujuk pada data yang sama, nilai ekspor China ke Indonesia pada 2022 mencapai Rp 61,3 triliun. Namun, nilai impor Indonesia dari China yang tercatat hanya sekitar Rp 31,8 triliun.
“Kami menduga ada produk yang masuk secara ilegal dan tidak tercatat. Ini khusus di pakaian atau tekstil dan produk tekstil (TPT),” ujar dia.
“Banyaknya barang masuk yang tidak tercatat tanpa bea masuk dan lain-lain, harganya akan sangat murah sekali dan ini akan mendistorsi pasar,” tambahnya.
Temmy menyebut impor ilegal berpotensi menyebabkan kehilangan serapan 67 ribu tenaga kerja dengan total pendapatan karyawan Rp 2 triliun per tahun, serta kehilangan potensi PDB multi sektor TPT sebesar Rp11,83 triliun per tahun.
Kemenkop UKM merekomendasikan kebijakan pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) sebesar 200 persen untuk produk tekstil dengan memperhatikan pembatasan hanya untuk produk yang dikonsumsi akhir, seperti pakaian jadi, aksesoris, dan alas kaki. Selain itu, Kemenkop UKM mendukung usulan Kementerian Koordinator bidang Perekonomian tentang insentif restrukturisasi mesin yang diberikan melalui perbankan dalam bentuk pembebasan bea impor terhadap mesin.