EKBIS.CO, JAKARTA -- Vice Head of Center for Sharia Economic Development (CSED), Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Handi Risza mendorong adanya undang-undang ekonomi syariah dalam penguatan ekosistem industri syariah atau halal di Indonesia. Handi menyampaikan gagasan UU ekonomi syariah sempat mencuat di era pemerintahan Jokowi, namun tidak pernah terealisasi.
"Dulu sudah pernah didorong penyusunan UU ekonomi syariah yang jadi program usulan DPR, tapi karena tidak prioritas itu tidak berlanjut di 2024," ujar Handi dalam diskusi publik Indef bertajuk "Penguatan Ekosistem Halal untuk Masa Depan Ekonomi dan Keuangan Syariah" di Jakarta, Jumat (4/10/2024).
Handi menilai saat ini menjadi momentum yang tepat karena akan memasuki masa awal pemerintahan Prabowo Subianto dan juga anggota parlemen yang baru dilantik pada 1 Oktober 2024. Handi berharap UU ekonomi syariah menjadi omnibuslaw bagi seluruh industri halal di Indonesia.
"Mumpung anggota DPR baru dilantik, kita perlu munculkan kembali program legislasi prioritas agar UU ekonomi syariah menjadi payung seperti omnibuslaw-nya UU cipta kerja," ucap Wakil Rektor Universitas Paramadina tersebut.
Handi menilai kehadiran UU ekonomi syariah menjadi bukti keseriusan pemerintah dalam meningkatkan sektor industri halal Indonesia. Handi meyakini UU ekonomi syariah akan menjadi jawaban atas sejumlah persoalan yang selama ini menghambat laju pertumbuhan industri halal Indonesia.
"UU ini bisa menyinergikan seluruh sektor industri halal seperti perbankan dan keuangan syariah, keuangan sosial (zakat hingga infak), pariwisata, rumah sakit, hingga makanan dan minuman halal. Selama ini kan jalan sendiri-sendiri," sambung Handi.
Handi mengatakan regulasi yang parsial selama ini membelenggu akselerasi pertumbuhan industri halal. Handi menyebut persoalan ini memerlukan sebuah terobosan dalam bentuk UU ekonomi syariah yang mampu mengintegrasikan seluruh sektor dalam ekosistem industri halal.
"Belum adanya regulasi yang mengatur penumbuhkembangkan ekosistem ekonomi syariah. Itulah kenapa perlu ada satu UU seperti omnibuslaw menjadi induk mendorong perkembangan seluruh industri halal," ucap Handi.
Selain itu, lanjut Handi, terdapat permasalahan struktural lain yang menghambat industri halal, mulai dari keterbatasan permodalan, minimnya kebijakan dan insentif pemerintah, serta minimnya kesiapan entitas bisnis syariah dalam menyambut tren dan perkembangan industri halal global.
"Keterbatasan modal hampir terjadi di seluruh industri halal. Contoh industri keuangan dan perbankan syariah sampai sekarang market share masih tujuh persen. Ini juga terkait modal dan aset sehingga tidak leluasa ekspansi atau mengakslerasi pertumbuhan," kata Handi.