Selasa 08 Oct 2024 12:40 WIB

Tetap Tenang di Tengah Deflasi, Waktunya Catat dan Kontrol Pengeluaran

Deflasi berkepanjangan dapat menjadi sinyal serius pelemahan daya beli masyarakat.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Gita Amanda
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan perekonomian Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,12 persen (month-to-month/mtm) pada September 2024. (ilustrasi)
Foto: Antara/Mohammad Ayudha
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan perekonomian Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,12 persen (month-to-month/mtm) pada September 2024. (ilustrasi)

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan perekonomian Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,12 persen (month-to-month/mtm) pada September 2024. Tren deflasi ini telah berlangsung sejak Mei 2024, dengan rincian deflasi 0,03 persen pada Mei, 0,08 persen pada Juni, 0,18 persen pada Juli, dan 0,03 persen pada Agustus. Catatan deflasi September 2024 merupakan yang terdalam dalam lima tahun terakhir.

Perencana Keuangan Syariah Harryka Joddy menekankan deflasi berkepanjangan dapat menjadi sinyal serius pelemahan daya beli masyarakat. Jika tidak ditangani, kondisi ini berpotensi memicu resesi ekonomi. Meski demikian, Joddy mengingatkan pentingnya menjaga ketenangan dan berfokus pada solusi. 

Baca Juga

“Tidak perlu panik berlebihan, lebih baik mencari aspek positif dalam situasi ini. Dalam setiap krisis, sikap optimis dan kesabaran adalah kunci untuk menemukan jalan keluar,” ungkap Joddy dalam keterangan, dikutip Selasa (8/10/2024).

Setelah menyerahkan segala sesuatu kepada Tuhan, langkah selanjutnya adalah merestrukturisasi anggaran dan lebih disiplin dalam mencatat serta mengontrol pengeluaran. Joddy menekankan pentingnya menjaga cash flow yang sehat.

“Mulailah dengan mencatat pengeluaran dan mengurangi pengeluaran yang tidak perlu,” sarannya. 

Ada beberapa pos penting yang harus dijaga untuk memastikan kesehatan keuangan rumah tangga. Pertama, rencanakan kebutuhan konsumsi bulanan dengan anggaran rinci, mencakup kebutuhan rumah tangga, pengeluaran pribadi, dan hiburan.

“Buat anggaran untuk transportasi, utilitas, dan media, seperti pulsa, internet, serta biaya langganan entertainment,” rinci Joddy.

Ia juga mengingatkan pentingnya pencatatan yang jelas untuk setiap pos, termasuk Ziswaf, dana darurat, dan pengeluaran tetap. Mencari peluang tambahan untuk meningkatkan pendapatan juga sangat dianjurkan.

“Menambah penghasilan adalah langkah logis untuk mengatasi penurunan daya beli, meski saat ini tidak mudah. Periksa potensi pekerjaan di sekitar Anda,” ujarnya. 

Hal terpenting lainnya adalah menghindari utang. Menurut beberapa ulama, utang sebaiknya dihindari kecuali dalam keadaan darurat. “Jika terpaksa berutang, pilihlah pembiayaan non-riba yang tidak membebani cash flow bulanan,” kata Joddy.

Ia juga mengingatkan untuk tetap waspada dalam memilih instrumen investasi. Setelah deflasi, perhatian harus tertuju pada langkah Bank Indonesia dalam menurunkan suku bunga.

Sebaiknya pilih investasi yang sesuai dengan tujuan keuangan masing-masing individu. Dalam kondisi saat ini, Joddy merekomendasikan sukuk atau obligasi yang menawarkan imbal hasil menarik, berkisar 6-6,5 persen.

“Jadi, tunggu apalagi? Segera atur keuangan Anda, mengingat 2025 sudah dekat. Dengan penerapan PPN 12 persen dan iuran Tapera 3 persen, memiliki fondasi keuangan yang kuat adalah keharusan,” tegasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement