Sentimen Eksternal
Ibrahim menganalisis pula mengenai sentimen eksternal yang berpengaruh terhadap pelemahan Mata Uang Garuda. Diantaranya yakni serangkaian data ekonomi yang positif menyebabkan investor mengurangi ekspektasi tentang ukuran dan kecepatan pemangkasan suku bunga dari Fed. Pasar memperkirakan peluang 87 persen untuk pemangkasan sebesar 25 basis poin (bps) pada pertemuan Fed November, dengan peluang 13 persen bank sentral mempertahankan suku bunga tetap stabil, menurut FedWatch Tool milik CME.
Presiden Federal Reserve Bank of Dallas Lorie Logan mengatakan pada Senin bahwa ia melihat penurunan suku bunga yang lebih bertahap di depan untuk bank sentral, dan menyarankan bahwa ia tidak melihat alasan mengapa Fed juga tidak dapat terus menekan dengan mengecilkan neracanya.
Selain itu, Presiden Federal Reserve Bank Minneapolis Neel Kashkari kembali mengatakan bahwa ia mengharapkan penurunan suku bunga ‘sederhana’ selama beberapa kuartal berikutnya, meskipun kemerosotan tajam pasar tenaga kerja dapat mendorongnya untuk menyerukan penurunan yang lebih cepat.
Di sisi lain, Bank Sentral Eropa (ECB) pada pekan lalu memangkas suku bunga untuk ketiga kalinya tahun ini. Pada Senin, kepala bank sentral Slovakia Peter Kazimir mengatakan, inflasi zona euro semakin mungkin kembali ke target tahun depan, tetapi sedikit lebih banyak bukti diperlukan sebelum Bank Sentral Eropa dapat menyatakan kemenangan.
Ibrahim melanjutkan, investor juga memposisikan diri karena pemilihan umum AS pada tanggal 5 November semakin dekat. Ada anggapan bahwa jika Trump menang dalam pesta politik itu, nantinya ada dampak tarif terhadap mitra dagang, seperti Kanada, Meksiko, China, dan Jepang.
Lantas, semua sentimen tersebut berimbas kepada pergerakan indeks dolar AS, dan berlanjut memengaruhi pergerakan emerging markets, termasuk Indonesia.
“Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp15.550—Rp15.580 per dolar AS,” tutup Ibrahim.