Di tengah upaya pemerintah untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen, Eko juga mengingatkan bahwa menaikkan PPN tanpa memperhatikan dampaknya terhadap konsumsi rumah tangga bisa menjadi hambatan besar. “Pemerintah membutuhkan dana lebih untuk pembangunan, tetapi jika konsumsi rumah tangga terhambat karena kenaikan PPN, ini justru akan menghambat perekonomian,” jelas Eko.
Padahal, untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang ambisius, sektor industri pengolahan harus diberdayakan lebih maksimal. Industri yang berkembang pesat akan mendongkrak perekonomian, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan daya saing global Indonesia.
“Ekonomi Indonesia akan lebih kompetitif jika industri kita berkembang, dan ini akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi,” katanya.
Namun, untuk mendorong konsumsi rumah tangga, juga dibutuhkan pemulihan daya beli masyarakat. Salah satu solusi yang disarankan adalah pemberian stimulus fiskal yang langsung dirasakan oleh masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah, seperti bantuan sosial dan insentif pajak.
Eko juga menyarankan agar pemerintah melakukan reformasi struktural dalam sistem perpajakan untuk meningkatkan kepatuhan pajak dan menekan kebocoran yang ada. “Alternatif pendapatan negara bisa didapat dari sektor korporasi yang lebih mampu membayar pajak atau dengan meningkatkan administrasi pajak,” tambahnya.
Guna mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen memang merupakan tantangan besar, namun bukan hal yang mustahil jika pemerintah dapat mengelola kebijakan ekonomi secara bijaksana. Eko menegaskan, pencapaian target pertumbuhan ekonomi tidak hanya bergantung pada kenaikan pajak, tetapi juga pada pemulihan daya beli masyarakat dan kebangkitan sektor industri.
"Jika kenaikan PPN dilakukan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap daya beli masyarakat, target pertumbuhan ekonomi 8 persen akan sulit tercapai. Pemerintah perlu menciptakan keseimbangan antara memperkuat ekonomi dan menjaga daya beli masyarakat," ujar Eko.