EKBIS.CO, JAKARTA--Pemerintah setuju dengan usulan Pansus Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dewan Perwakilan Rakyat untuk memundurkan jadwal penyelesaian RUU OJK. Menurut Menteri Keuangan Agus Martowardojo pengunduran waktu tersebut supaya pembentukan lembaga ini dapat lebih berkualitas. "kita memang sayangkan ini sampai akhir tahun, tapi kita tidak mau mengorbankan kualitas," ujar Agus, akhir pekan lalu.
Sebelumnya tim pansus pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melayangkan surat kepada Badan Musyawarah (Bamus) dan Badan Legislasi (Baleg) DPR untuk memperpanjang masa kerja mereka yang akan habis 17 Desember ini .
Perpanjangan itu dibutuhkan mengingat belum tercapainya kesepakatan antara pemerintah dengan DPR mengenai keanggotaan dewan komisioner. DPR menilai perpanjangan itu tidak melanggar ketentuan perundangan meski dalam UU BI ada klausul yang menyebutkan batas pembentukannya sampai dengan akhir tahun ini.
Soal kapan waktu bisa diselesaikan, Menurut Agus pemerintah menargetkan pada awal sidang tahun depan. Pihaknya, kata Agus, kini masih terus mendiskusikan secara intensif dengan DPR. "Diskusi kita dengan DPR insentif nanti kalau lewat akhir tahun karena reses kita akan diskusikan itu lagi," tuturnya.
Salah satu topik pembicaraan yang belum memenuhi kata kesepemahaman yakni masalah anggota Komisioner. Menkeu tetap bersikukuh ex officio dalam komisioner itu tidak bermasalah. Ini berbeda dengan sikap DPR yang menyatakan Komisioner OJK harus bersifat Independen sesuai dengan ketentuan pasal 34 ayat 1 UU BI.
Kalaupun pemerintah masuk maka sifatnya no voting right. "Memang belum sempat sepakat masih didiskusikan masalah ex officio di komisioner yang kita harapkan memiliki voting right," kata Menkeu.
Menurut Agus Ex Officio dalam anggota komisioner tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang. Pasalnya OJK sendiri akan tetap bersifat independen. Hanya saja dengan adanya perwakilan dari BI dan Kemenkeu dalam anggota Komisioner maka akan lebih efektif untuk menjaga stabilitas keuangan. "Ada komisioner yang mewakili BI dan Kemenkeu hingga nantinya betul efektif, dan menjadi pilar utama dalam menjaga stabilitas keuangan," jelas Agus.
Berbeda dengan sikap DPR, pemerintah juga masih bersikukuh supaya hak DPR dalam pemilihan anggota komisioner hanya bersifat konfirmasi. Artinya, jelas Agus, DPR tidak melihat sejauh mana kualitas baik buruknya suatu calon yang diajukan oleh pemerintah. Namun hanya sekedar mengkonfirmasi dari sisi track record, intergritas serta akhlak moralnya baik atau tidak. Konsep seperti ini hampir dipakai oleh semua negara.
"Masalahnya DPR ini mau semua. Mereka yang ingin mengkonfirmasi. Ini yang masih kita diskusikan," katanya. Sebagai gambaran, jumlah anggota Komisioner masih dalam pembicaraan antara 7 sampai 9 orang. Dua diantaranya diusulkan merupakan ex officio yang berasal dari BI dan Pemerintah.
Sementara itu Menkeu meyakini kebuntuan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di parlemen tidak akan menganggu persepsi pasar. "Sekarang ini sistem pengawasan pembinaan sudah baik, apapun lembaga keuangan disupervisi Bapepam LK, kalau perbankan oleh BI," paparnya.
Peneliti Utama Ekonomi utama Bank Indonesia Juda Agung mengatakan pembicaraan pembentukan Otoritas Jasa Keuangan hendaknya bergeser dari sesuatu hal yang sifatnya institusional. Pembahasan OJK harus diarahkan kepada pembangunan design yang tepat guna mendorong kestabilan makro ekonomi. ""Harus digeser bukan ke arah institusional, tapi apa melakukan apa," tuturnya.