Rabu 14 Mar 2012 22:28 WIB

Tak Perlu Besar, Nilai BLT untuk Kompensasi BBM

Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Anggito Abimanyu
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Anggito Abimanyu

EKBIS.CO, SLEMAN - Pemberian bantuan langsung tunai kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak tidak perlu terlalu besar. Pendapat itu diutarakan oleh pengamat ekonomi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Anggito Abimanyu.

"Akan lebih efektif jika subsidi BBM tersebut dialihkan untuk sektor transportasi dan energi alternatif, sedangkan untuk bantuan langsung tunai nilainya tidak perlu besar," kata Anggito Abimanyu di Sleman, Rabu (14/3).

Menurut dia, memang BLT bagi masyarakat kurang mampu pernah berhasil pada 2008, namun saat itu karena ada kenaikan harga minyak tanah yang banyak dikonsumsi masyarakat. "Sekarang tidak perlu yang sebesar dulu karena saat ini masyarakat kurang mampu sudah beralih memakai bahan bakar gas untuk rumah tangga atau tidak ada lagi tekanan terhadap dampak kenaikan harga minyak tanah sehingga faktor kemiskinan sudah berkurang," katanya.

Ia mengatakan, untuk saat ini kompensasi terbaik dari kenaikan harga BBM bersubsidi harusnya lebih besar dialokasikan ke sektor transportasi dan sektor energi terutama energi alternatif.

"Jika kenaikan harga BBM ini pemerintah bisa menghemat anggaran sebesar Rp25 triliun dengan asumsi kenaikan harga Rp1.000, maka untuk BLT cukup untuk sekitar 10 juta orang saja, sisa dananya untuk sektor energi alternatif dan transportasi," katanya.

Anggito mengatakan, dirinya menilai kenaikan harga BBM kali ini cukup Rp1.000 per liter saja, tidak sampai ke Rp1.500 per liter sehingga tekanan dan kebutuhan kompensasi yang diberikan juga tidak terlalu besar.

"Kondisi sekarang ini memang perlu ada kenaikan harga BBM karena adanya faktor eksternal membuat situasi fiskal kita jadi tidak terlalu baik. Selain itu, saat ini jaraknya sudah terlalu jauh antara harga keekonomian BBM, dengan harga yang dibayarkan masyarakat yang hanya Rp4.500," katanya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement