EKBIS.CO, JAKARTA - Dalam waktu dekat Indonesia akan menandatangani perjanjian perdagangan bebas dengan Uni Eropa (EU) melalui skema Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA).
Perjanjian ini meliputi liberalisasi perdagangan, penanaman modal, intelectual Proverty Right (IPR), dan infrastuktur dalam bentuk Publik Private Partnership (PPP).
Peneliti Indonesia for Global Justice (IGJ) Salamudin Daeng menuturkan Indonesia kembali akan dirugikan jika perjanjian ini sudah diteken. Menurutnya, sektor-sektor riil di Indonesia belum siap dengan adanya persaingan bebas dengan UE. Akibatnya, masyarakat kelas UKM bakal ngos-ngosan mengimbangi arus perdagangan dengan EU.
"Kita belum siap. Jangan sampai ditandatanganinya CEPA membuat kita menyesal seperti saat ditandatanganinya CAFTA (perjanjian perdagangan bebas Asean Cina) lalu," ujar Salamudin saat bertemu wartawan, kemarin.
Dari sisi pendapatan negara melalui pajak, pendapatan Indonesia akan berkirang dengan adanya penurunan tarif bea masuk minimal 90 persen bagi perdagangan dengan seluruh negara UE.
Dampak lain, CEPA akan membatasi dan mengurangi intervensi publik. Misalnya kemampuan pemerintah untuk melindungi sejumlah industri, membatasi ekspor komodiras atau pengaturan produk pangan strategis.
Pola kerjasama CEPA juga dinilai tidak mendukung kedaulatan pangan di Indonesia. Indonesia selama ini banyak mengimpor komoditas pangan dari UE seperti terigu, susu dan gula. "Dengan demikian kita melihat dampak FTA dengan UE akan memperkuat ketidak seimbangan perdagangan ini," kata dia.
Sekretaris Jendral Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Riza Damanik mengatakan ditekennya CEPA membuat sektor perikanan makin terpuruk. Pasalnya, selama ini ekspor produk perikanan Indonesia ke UE seringkali terhambat standard yang diterapkan.
"Ekspor kita ke UE itu sulit sekali," kata Riza dalam diskusi yang sama.
Riza mengatakan jika CEPA sudah ditandatanganipun ia yakin UE akan membuat berbagai hambatan non tarif agar produk Indonesia sulit diterima.