EKBIS.CO, JAKARTA — Rencana pemerintah mengimpor gas disayangkan DPR. Menurut anggota Komisi VII DPR, Rofi Munawar, rencana itu bukti pemerintah tidak memiliki grand design energi nasional yang matang dan terintegrasi. ‘’Importasi gas merupakan jalan singkat yang tidak menyelesaikan masalah,’’ katanya pada ROL. Ia mensinyalir, kebijakan ini bakal membuat RI ter jebak dengan impor energi berkepanjangan, sama halnya dengan nasib impor bahan bakar minyak (BBM) saat ini. Ironisnya, saat bersamaan, pemerintah mengekspor gas sebesar 44 persen.
Selama ini, pemerintah dinilai melihat energi hanya sebagai komoditas komersial semata. Pemerintah tidak melihat sektor ini sebagai sesuatu yang bernilai strategis dan memengaruhi kehidupan masyarakat luas. ‘’Energi hanya dilihat dari kacamata bisnis biasa (business asusual) yang hanya terkait untung dan rugi,’’ tegas politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini. Padahal, keberpihakan energi dapat menggerakkan perekonomian nasional dan daerah dan mendorong industri nasional.
Selain itu, dibandingkan bergantung pada minyak dan gas, pemerintah didorong wajib menggenjot optimalisasi energi alternatif dan terbaru. Meski Rofi mengakui pemerintah sudah memiliki konsep terkait sektor satu ini, belum ada usaha sungguh-sungguh yang terlihat. Data yang diterima Rofi, Indonesia memiliki sumber energi panas bumi terbesar di dunia hingga 29 gigawatt. Namun belum memiliki manfaat maksimal bagi masyarakat.
Sebelumnya, pemerintah memikirkan kemungkinan untuk melakukan impor gas. Penyebabnya, kata Dirjen Migas Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Evita H Legowo, kekurangan gas dalam negeri akibat permintaan yang terus-menerus naik. Dari kebutuhan total 7.808 juta kaki kubik per hari (mmscfd), produksi gas nasional baru 7.583 mmscfd. ‘’Ada kekurangan (defisit) sekitar 300 juta kaki kubik (untuk kebutuhan nasional),’’ katanya saat paparan di Indopipe 2012, Kamis (27/6). Dari kebutuhan itu, pemerintah wajib menyalurkan 44 persen gas untuk ekspor. Sehingga, kebutuhan nasional yang bisa dipenuhi hanya 4.744 mmscfd.
Wakil Menteri ESDM Rudi Rubiandini mengatakan, jika memang diperlukan, impor gas bisa saja dilakukan untuk memenuhi kebutuhan harga gas domestik yang terus naik. ‘’Kalau harganya murah, tidak masalah kita impor,” katanya.